Hal itu yang membedakannya dengan film serupa sebelumnya, ‘Fetih 1453’ (2012) besutan Faruk Aksoy.
Ambisi besar Sultan Fatih dan ‘kehausannya’ dalam merebut kekuasaan Konstantinopel sangat terasa dalam serial garapan Emre Şahin ini.
Sosok Sultan berusaha digambarkan sebagai kenyataan historis yang tidak hitam putih.
BACA JUGA:Ngadem, Berikut Rekomendasi Wisata Hits Surabaya Bikin Refresh dan Mengusir Penat
Di samping sosok yang cerdas, poliglot (menguasai banyak bahasa; Yunani, Turki, Hebrew, Arab, Parsi, Latin);
dan juga penyayang keluarga, Sultan digambarkan seorang yang progresif.
Tidak menyukai konservatisme kalangan tua, ambisius, menyukai perang, bahkan angkuh.
BACA JUGA:Era Megalitikum, Jelajahi Peradaban dan Peninggalan Kuno di Bengkulu
Penonton yang tidak terbiasa dengan perbedaan pendapat dalam sejarah dan semata mengglorifikasi sisi ‘kehebatan’ sang Sultan, kemungkinan akan mengambil jarak dengan serial ini.
Sepanjang enam episode, kita akan melihat dinamika kehidupan Sultan dengan orang-orang di sekitarnya.
BACA JUGA:7 Temuan Emas Paling Spektakuler di Dunia Ini Bikin Ngiler Karena Bernilai Fantastik
Misalnya, perbedaan pendapat Sultan dengan penasehat Çandarlı Halil Paşa;
—yang juga merupakan penasehat almarhum ayahnya— sangat terpotret dalam setiap episodenya.
Sang Sultan sendiri sebenarnya sudah diangkat ke takhta pada usia 12 tahun.
BACA JUGA:Kembali ke Alam, Ini 5 Destinasi Wisata Alam Dekat Surabaya, Cek Selengkapnya Disini
Namun, karena bisikan Halil Paşa dianggap terlalu muda, Sultan turun takhta.