Satar tak menampik nama ‘ryokan’ tersebut lebih identik dengan Bahasa Jepang. Dia sendiri mengaku sudah lupa sejak kapan nama tersebut melekat di bangunan itu.
Yang pasti kata dia, bahwa Dempoe Ryokan di bangun di zaman Belanda. ‘Dempoe Ryoken’ dibangun perusahaan-perusahaan perkebunan asing yang ada di Pagaralam atas perintah Belanda.
“Bentuknya rumah limas khas Belanda yang lantai dan dindingnya serta tiangnya terbuat dari kayu. Memiliki halaman yang luas dan taman,”ucap Satar menggambarkan bentuk bangunan ‘Dempoe Ryokan’.
Mengenai nama penginapan ini, Aryo Arungdinang, Pamong Budaya di Dinas Pendidikan dan Kebudayan Kota Pagaralam punya pendapat lain.
BACA JUGA:Jejak Spiritual dan Sejarah: 5 Tempat Wisata Religi yang Wajib Dikunjungi di Palestina
Kata Aryo, nama ‘Dempoe Ryokan’ baru diperkenalkan ketika penjajah Jepang masuk ke Pagaralam. “Mereka (Jepang) mengambil-alih semua aset yang dimiliki Belanda, termasuk penginapan itu,”ujar Aryo saat dihubungi Pagaralam Pos kemarin.
Sebelum Jepang masuk, Aryo melanjutkan, penginapan ataupun peristirahatan tersebut memiliki nama khas Belanda. Sayang, Aryo mengaku sudah lupa nama Belanda untuk peristirahatan tersebut.
“Yang pasti bukan Dempoe Ryokan. Belanda punya nama tersendiri,”katanya.
Soal bentuk bangunan, Aryo punya pendapat yang agak berbeda dengan Satar. Kata dia.
BACA JUGA:Mengenal Situs Bersejarah: 5 Destinasi Wisata Religi di Palestina
Penginapan tersebut mirip sebuah barak yang bangunannya memanjang seperti bedeng. Aryo menduga, penginapan ini mulai dibangun sekitar tahun 1800-an.
Sementara Ahmad Bastari Suan mengaku kurang tahu persis sejak kapan ‘Dempo Ryokan’ dibangun.
Yang Tersisa hanya Nama
Kawasan yang ‘dibelah’ jalan Kapten Sanaf itu nyaris tak menunjukkan sebuah ciri lokasi yang dulunya pernah terdapat bangunan-bangunan Belanda.
Kawasan yang berada di pusat kota ini sekarang ‘disesaki’ bangunan modern seperti gedung sekolah, rumah dan toko. Bahkan di seberang terdapat sebuah gedung bank.