“Kencane artinya emas. Manduli artinye lingkaran. Ika artinya satu atau tunggal,” ucapnya ketika dihubungi terpisah.
Umumnya kata Mady, kencane mandulike diukir di pintu utama ghumah baghi. Misalnya saja dicontohkannya di ghumah baghi Dusun Gunung Agung Pauh Kelurahan Agung Lawangan Kecamatan Dempo Utara.
Ghumah Baghi yang terdapat di tanah Besemah, Kota Pagar Alam Sumsel.
Ini merupakan simbol kesatuan masyarakat. Atau tali silaturahmi diutamakan. Karenanya lanjut Mady, ukiran ini hampir ada di setiap ghumah baghi.
Diakui Mady, keberadaan ukiran ini merupakan bukti bahwa leluhur masyarakat besemah sudah mengenal seni ukir tingkat tinggi.
BACA JUGA:Bernilai Sejarah, Mengenal Pemimpin Kota Pagar Alam Pada Zaman Jajahan Belanda
Sementara itu, peneliti sejarah Aryo Arung Binang mengatakan, ukiran itu merupakan tanda khas dan bukti masuknya Islam di Sumatra.
Ini karena sepanjang pulau Sumatra ukiran tersebut banyak ditemui di masjid-masjid kuno. “Sebelum Islam masuk, mereka menggunakan lambang hewan. Dan Islam tidak harus menggunakan kaligrafi,” ucapnya.
Aryo beragumen demikian dengan dasar sebuah buku. Judulnya sistem pengendalian sosial tradisional masyarakat Melayu di Sumatra Utara. Buku ini diterbitkan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan.
“Biar saya tak dikira ngomong tanoa literatur yang jelas,” kata Aryo.
BACA JUGA:Ternyata Kota Pagar Alam Dari Dulu Jadi Rebutan Penguasa, Apa yang Mereka Cari?
Buku itu menuliskan, bahwa kencane mandulike adalah motif rosset dan diukir di mimbar, mihrab, dan kubah mimbar. Motif ini berfungsi untuk memberikan ketenangan di dalam beribadah.
“Tradisi lokal kekinian memang ada yang menyebutnya sebagai kencana mandulika,” imbuh Aryo.
Motif ukiran yang dinamakan kencane mandulika
Dalam perkembangan selanjutnya motif itu juga diukir di ghumah baghi. Aryo bahkan pernah mendapati ukiran itu di gardu di Lubuk Linggau. Artinya motif ini dikenal secara luas oleh masyarakat Melayu di Sumatra. Menurut Aryo, motif ukiran yang disebut dengan kencane mandulike itu melambangkan satu suara.