Ngobeng atau ngidang sudah hampir punah. Kalau dulu setiap hajatan pakai cara itu, sekarang masyarakat lebih memilih prasmanan atau prancisan.
Secara teknis, ngobeng dilakukan dengan mengoper hidangan ke tempat makan yang dilapisi taplak meja.
Mengoper tersebut bertujuan agar makanan segera tiba dan meringankan orang uang membawanya.
Biasanya ada orang yang ditunjuk bertugas membawa baskom atau ceret berisi air untuk tamu mencuci tangan.
BACA JUGA:9 Manfaat Buah Kenitu untuk Kesehatan Tubuh
Sebab, tamu makan tanpa menggunakan sendok. Setelah itu, tamu dan semua orang yang hadir bisa makan bersama.
Satu hidangan diisi delapan orang duduk bersila atau lesehan, mereka nikmati macam-macam lauk pauk.
Ngobeng sendiri memiliki banyak nilai filosofis atau tujuan. Diantaranya terjalin komunikasi antar tamu di tempat makan.
Mereka bisa bercengkerama di satu hidangan, gotong royong, menghormati yang lebih tua karena didahulukan, dan membiasakan diri hidup sederhana karena duduk lesehan.
BACA JUGA:Segudang Manfaat Jus Mangga Untuk Kesehatan Jarang Diketahui!
Banyak cerita dibalik ngobeng, makan puas, sesama tamu akrab, komunikasi terjalin.
Didaftarkan ke WBTB dan UNESCO Dinas Kebudayaan Palembang mencoba melestarikan tradisi ngobeng di masa kekinian.
Caranya adalah mengenalkan ngobeng ke kaum milenial dalam sebuah gelaran 'Rentak Melayu Tradisi Ngobeng dan Ngidang' di Museum Sultan Mahmud Badaruddin II Palembang.
Even ini bisanya bersamaan juga untuk mengenang wafatnya Sultan Mahmud Badaruddin II pada 26 November 1852 saat pengasingan di Ternate.
BACA JUGA:6 Wisata Palembang yang Wajib Dikunjungi
Pemerintah Palembang ingin kembali menumbuhkan dan melestarikan tradisi ngobeng. kegiatan ini akan digelar rutin setiap tahun.