Menelaah Kandungan Kindun Anak Umang, Kesedihan dan Ketegaran Menjadi Satu

Selasa 24-01-2023,17:03 WIB
Reporter : Pidi
Editor : Jukik

PAGAR ALAM, PAGARALAMPOS.COM - Warisan leluhur berupa sastra begitu banyak 'terserak' di Besemah. Ada 14 sastra lisan besemah yang tercatat. Kindun adalah salahsatunya.

Tidak sia-sia Asmadi melakukan mengunjungi berbagai dusun. Selama bertahun-tahun Mady Lani-panggilan Asmadi-melaksanakan penggalian.

Juga pengamatan. Beberapa hasilnya nampak. Salahsatunya dia bisa mencatat warisan sastra lisan, warisan leluhur.

“Ada 14 sastra lisan yang besemah yang telah saya himpun,”tulis Mady, di dalam secarik kertas berjudul Mengenal Kekayaan Sastra Besemah lama,  yang diterima Pagaralam Pos dalam sebuah kesempatan beberapa tahun lalu.

BACA JUGA:Gelar Persembahyangan Siwaratri di Candi Prambanan Sebanyak 350 Umat Hindu Hadir

Adapun sastra lisan sendiri, menurut Mady masih dalam tulisannya di kertas itu,  merupakan salahsatu genre dari tadisi lisan mengedepankan teks sastra yang maknanya perlu diwariskan kepada generasi penerus.

Proses pewarisan ini dikatakan Mady, tidaklah mudah karena bersaing dengan suguhan teknologi informasi yang kian canggih serta siap mengetas segala bentuk tradisi leluhur.

Dari 14 sastra lisan itu, satu di antaranya adalah kindun. Kata Mady, kindun adalah sastra yang dilisankan dengan cara bertutur. Cara pengucapannya terdengar mendayu-dayu.

“Kindun biasanya digunakan untuk menina bobokkan anak,”ujar Mady, ketika dihubungi Pagaralam Pos, dalam sebuah kesempatan beberapa tahun lalu.

BACA JUGA:Mengenal Tradisi Memberikan Ibatan, Ucapan Terimakasih dan Penghargaan

Ia lantas mencontohkan kindun dengan judul Anak Umang. Kindun ini katanya, dipakai untuk menenangkan seorang anak agar cepat terbuai dalam mimpi. “Yang menuturkan kindun adalah seorang seorang ibu,” ujarnya.

Menilik dari judulnya, diakui Mady, kindun Anak Umang bernuansa kesedihan. Sebab kindun ini menceritakan tentang seorang anak yang ditinggalkan bapaknya nganggau (nikah lagi). Musabab bapak anak itu nganggau adalah padi ampe (tak berbuah).

Namun, di balik itu ada pesan ketegaran di dalam kindun itu. Supaya sang anak tak terus larut dalam kesedihan. “Ude dek ude// Dide ndak nangis//Karne Bapang Nganggau//Li padi ampe,” ucap Mady, menuturkan beberapa bait Kindun Anak Umang. (Lihat Dendang Kindun Besemah Anak Umang).

Belum diketahui secara persis yang menciptakan kindun ini untuk pertama kali. Bait-bait ini 'terserak' lalu dikumpulkan jadi satu oleh Mady. Dia pun memperkirakan, sejatinya Kindun Anak Umang disenandungkan oleh kakak kepada adiknya. “Kindun anak umang sudah ada sejak dulu,”ucap Mady.

BACA JUGA: Penuh dengan Makna, Menelisik Nama Dusun di Pagar Alam

Tags :
Kategori :

Terkait