Sejarah dan Makna Upacara Adat Kebo-keboan di Banyuwangi: Tradisi Mistis Tolak Bala yang Masih Lestari

PAGARALAMPOS.COM - Di antara kekayaan budaya yang dimiliki Kabupaten Banyuwangi, Jawa Timur, terdapat sebuah tradisi unik dan penuh makna spiritual yang dikenal sebagai Upacara Adat Kebo-keboan.

Tradisi ini bukan sekadar pertunjukan seni atau festival hiburan, melainkan ritual yang sarat nilai-nilai kearifan lokal, spiritualitas, dan sejarah panjang masyarakat agraris di wilayah tersebut.

Asal Usul dan Makna Simbolik

Upacara adat Kebo-keboan berasal dari dua desa utama di Banyuwangi, yakni Desa Aliyan di Kecamatan Rogojampi dan Desa Alasmalang di Kecamatan Singojuruh.

BACA JUGA:Sejarah Bukit Peramun: Dari Tempat Meramu Obat Tradisional hingga Wisata Digital Berbasis Kearifan!

Tradisi ini telah berlangsung sejak ratusan tahun lalu, meski tidak terdapat catatan tertulis pasti mengenai tahun pertama pelaksanaannya.

Namun, secara turun-temurun, masyarakat setempat percaya bahwa ritual ini mulai dilakukan sejak zaman leluhur mereka sebagai bagian dari permohonan kepada Tuhan untuk kesuburan tanah, hasil panen yang melimpah.

Istilah kebo-keboan sendiri berasal dari kata "kebo" yang berarti kerbau.

Dalam konteks ritual ini, para pria desa akan berdandan dan berperilaku layaknya kerbau—lengkap dengan tanduk, lumpur yang dilumurkan ke tubuh, serta cara berjalan yang menyerupai hewan pembajak sawah tersebut.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Air Terjun Sipiso-Piso: Permata Alam dari Tanah Karo!

Simbolisasi kerbau sangat penting dalam budaya agraris, karena kerbau dianggap sebagai hewan yang berjasa besar dalam proses pertanian, khususnya membajak sawah.

Alur Pelaksanaan Ritual

Rangkaian upacara Kebo-keboan biasanya digelar setiap tahun pada bulan Suro (bulan pertama dalam penanggalan Jawa), yang dianggap sebagai waktu keramat untuk mengadakan ritual tolak bala dan memohon berkah.

Sumber: