Pemkot PGA

Menguak Jejak Peradaban Suku Kerinci: Warisan Leluhur yang Masih Hidup di Tengah Alam Sumatera

Menguak Jejak Peradaban Suku Kerinci: Warisan Leluhur yang Masih Hidup di Tengah Alam Sumatera

Menguak Jejak Peradaban Suku Kerinci: Warisan Leluhur yang Masih Hidup di Tengah Alam Sumatera-Foto: net -

PAGARALAMPOS.COM - Suku Kerinci dikenal sebagai salah satu Suku tertua yang menghuni wilayah barat Indonesia, khususnya di dataran tinggi Kerinci, Jambi.

Sejumlah ahli menyebutkan bahwa leluhur masyarakat Kerinci merupakan bagian dari rumpun Melayu tua yang telah ada sejak zaman Neolitikum. Ciri-ciri fisik masyarakat Kerinci saat ini, seperti bentuk mata menyerupai ras Mongoloid, tubuh pendek kekar, serta kulit cerah, memperkuat dugaan tersebut.

Jejak budaya zaman batu juga ditemukan di wilayah Kerinci. Peneliti Belanda, Van der Hoop, pada tahun 1937, menemukan alat-alat obsidian di sekitar Danau Kerinci.

Alat-alat ini menunjukkan kemiripan bentuk dengan peninggalan budaya Mesolitikum dari kawasan Bandung, Jawa Barat.

Temuan ini memperkuat teori bahwa wilayah Kerinci telah dihuni manusia purba dengan budaya tinggi sejak ribuan tahun silam.

Kerinci sering dijuluki sebagai "Bumi Sakti Alam Surga" karena keindahan alamnya yang menakjubkan—berbukit hijau, udara sejuk, tanah subur, serta kehadiran danau dan peninggalan purbakala seperti Pasir Panjang dan situs Tanjung Tanah.

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Suku Bajo: Pengembara Laut dari Masa ke Masa!

BACA JUGA:Sejarah Bukit Karst: Jejak Geologi Purba, Warisan Alam, dan Budaya yang Terancam!

Dalam konteks sejarah Melayu, wilayah ini diyakini sebagai salah satu pusat awal peradaban.

Suku Kerinci, yang dikenal dalam bahasa lokal sebagai Uhang Kinci atau Uhang Kincai, adalah suku asli yang telah lama bermukim di kawasan pegunungan Pulau Sumatera, khususnya di wilayah yang kini masuk ke dalam Kabupaten Kerinci, Merangin, Bungo, dan sebagian Sungai Penuh.

Bahasa, Budaya, dan Aksara Kuno

Bahasa Kerinci tergolong ke dalam cabang barat rumpun Austronesia, dengan akar yang berasal dari bahasa Melayu purba. Uniknya, hampir setiap desa memiliki dialek atau logat yang berbeda.

Lebih dari itu, masyarakat Kerinci telah mengenal sistem hukum, bahasa tulisan, dan struktur pemerintahan adat sejak masa lampau.

Aksara kuno mereka dikenal sebagai Incoung—ditulis miring di media tradisional seperti lontar, bambu, tulang, dan kulit kayu.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait