Uang Panai dalam Perspektif Sejarah: Lambang Kehormatan dalam Pernikahan Adat Bugis-Makassar
Uang Panai dalam Perspektif Sejarah: Lambang Kehormatan dalam Pernikahan Adat Bugis-Makassar-Foto: net -
PAGARALAMPOS.COM - Di tengah keberagaman budaya Indonesia, masyarakat Bugis dan Makassar di Sulawesi Selatan memiliki sebuah tradisi unik dalam prosesi pernikahan, yaitu uang panai.
Tradisi ini tidak hanya menjadi bagian dari syarat pernikahan, tetapi juga mencerminkan nilai penghormatan terhadap keluarga dan tanggung jawab seorang pria dalam membina rumah tangga.
Akar Sejarah dan Makna Filosofis
Uang panai merupakan warisan dari masa kerajaan-kerajaan Bugis dan Makassar yang telah berlangsung sejak abad ke-16.
Dalam konteks sejarah, pernikahan kala itu dipandang sebagai alat memperkuat hubungan antar keluarga bangsawan, membangun aliansi sosial, serta menjaga keberlanjutan adat istiadat.
Secara harfiah, “panai” berasal dari kata yang berarti “bekal perjalanan” dalam bahasa Makassar.
BACA JUGA:Makna dan Sejarah Rumah Baileo sebagai Pusat Tradisi dan Identitas Maluku
BACA JUGA: Danau Satonda: Sejarah Alam dan Legenda Mistis Pulau Vulkanik yang Menawan
Dulu, istilah ini merujuk pada ongkos yang dibawa calon mempelai pria saat melamar.
Seiring waktu, maknanya berkembang menjadi bentuk penghormatan kepada keluarga calon mempelai wanita—sebuah simbol apresiasi atas proses membesarkan putri mereka.
Lebih dari Sekadar Uang
Uang panai bukan sekadar angka. Ia mewakili kesiapan lahir dan batin calon suami dalam membina rumah tangga.
Penentuan jumlahnya mempertimbangkan berbagai faktor: status sosial, pendidikan, latar belakang keluarga, hingga kecantikan calon mempelai perempuan.
Tradisi ini juga berkaitan erat dengan filosofi siri’ na pacce, yang menekankan harga diri, rasa malu, dan solidaritas sosial.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
