Pemkot PGA

Menelusuri Sejarah dan Kehidupan Budaya Suku Nage di Flores, Nusa Tenggara Timur!

Menelusuri Sejarah dan Kehidupan Budaya Suku Nage di Flores, Nusa Tenggara Timur!

Menelusuri Sejarah dan Kehidupan Budaya Suku Nage di Flores, Nusa Tenggara Timur!-net:foto-

PAGARALAMPOS.COM - Suku Nage adalah salah satu Suku asli yang mendiami wilayah Flores, tepatnya di daerah Nusa Tenggara Timur.

Suku ini memiliki sejarah panjang yang kaya akan budaya, tradisi, dan struktur sosial yang unik.

Kehidupan masyarakat Nage telah membentuk identitas mereka hingga saat ini, yang tetap terjaga melalui tradisi dan adat istiadat yang diwariskan dari generasi ke generasi.

Sejarah Suku Nage tidak lepas dari perkembangan masyarakat agraris di Flores.

BACA JUGA:Mengulik Sebuah Asal Usul Candi Sewu, dalam Legenda Roro Jonggrang!

Mereka dikenal sebagai petani yang mengandalkan sistem bertani berpindah, memanfaatkan tanah subur untuk bercocok tanam padi, jagung, ubi, dan tanaman lokal lainnya.

Sistem pertanian ini tidak hanya menjadi sumber pangan, tetapi juga membentuk struktur sosial di masyarakat.

Kepala suku atau tokoh adat memegang peran penting dalam mengatur pembagian lahan, menetapkan musim tanam, hingga menjaga hubungan harmonis antar keluarga besar dalam desa.

Dari sisi budaya, Suku Nage memiliki kekayaan yang menonjol, termasuk sistem kekerabatan yang disebut “ngada”, di mana setiap anggota keluarga memiliki tanggung jawab sosial dan ritual tertentu.

BACA JUGA:Wajib Kalian Ketahui! Inilah Sejarah, Keunikan, Mitos, Candi Muaro Jambi

Ritual adat memainkan peran penting dalam kehidupan sehari-hari. Contohnya, upacara panen atau “ritual padi” merupakan momen sakral yang menandai rasa syukur kepada leluhur dan roh penjaga bumi.

Upacara ini juga menjadi sarana penguatan hubungan sosial antar anggota suku, sekaligus menjaga kelestarian lingkungan di sekitar permukiman mereka.

Bahasa menjadi unsur penting yang menjaga identitas Suku Nage. Mereka menggunakan bahasa Nage, yang berbeda dialeknya tergantung wilayah tempat tinggal masing-masing desa.

Bahasa ini tidak hanya berfungsi sebagai alat komunikasi, tetapi juga sebagai sarana pewarisan sejarah lisan.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait