Pemkot PGA

Suku Aru: Warisan Budaya Maritim yang Mengakar di Kepulauan Maluku

Suku Aru: Warisan Budaya Maritim yang Mengakar di Kepulauan Maluku

Suku Aru: Warisan Budaya Maritim yang Mengakar di Kepulauan Maluku-Foto: net -

BACA JUGA:Jejak Budaya Maluku di Museum Siwalima: Dari Koleksi Sejarah hingga Kearifan Lokal

Peran dalam Jalur Niaga Masa Lampau

Sejak masa lampau, Kepulauan Aru dikenal sebagai penghasil komoditas langka seperti mutiara, tripang, dan burung cenderawasih.

Komoditas ini sangat dicari oleh para pedagang dari Cina dan Timur Tengah. Aru pun masuk dalam jaringan perdagangan maritim Asia Tenggara sejak abad ke-13.

Catatan penjelajah Eropa dari abad ke-16, termasuk Portugis dan Belanda, menggambarkan masyarakat Aru sebagai pelaut yang tangguh dan memiliki kecakapan berdagang.

Bahkan, wilayah ini sempat diperebutkan oleh VOC dan Kesultanan Tidore yang mengklaim kekuasaan atas kawasan tersebut.

Dampak Kolonialisme dan Penyebaran Agama

Masuknya bangsa Eropa membawa pengaruh besar terhadap kehidupan Suku Aru.

BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Maluku Utara: Sasadu, Simbol Persatuan dan Kearifan Lokal Masyarakat Sahu!

BACA JUGA:Sejarah Rumah Adat Kalimantan Selatan: Mengenal Arsitektur dan Nilai Budaya Rumah Baanjung!

Agama Kristen—baik Protestan maupun Katolik—menyebar luas berkat kehadiran misionaris, walau sebagian masyarakat masih memegang teguh kepercayaan lokal yang bersifat animistis.

Saat ini, kehidupan masyarakat Aru dihiasi keberagaman agama yang hidup berdampingan dengan praktik budaya tradisional.

Ritual adat tetap dijaga sebagai bagian dari jati diri masyarakat, bahkan menjadi warisan yang ditampilkan dalam festival dan upacara resmi.

Pelestarian Warisan Budaya di Tengah Tantangan

Modernisasi dan eksploitasi sumber daya alam, terutama oleh perusahaan besar di sektor perikanan dan kehutanan, menjadi ancaman serius bagi kelestarian budaya dan lingkungan hidup masyarakat Aru.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait