Merdeka Tapi Belum Bebas Perang dan Diplomasi Indonesia 1945–1949
--
Perjuangan Indonesia tidak hanya dengan bambu runcing.
Ia juga hadir dalam meja-meja perundingan.
Tokoh-tokoh seperti Sutan Sjahrir, Mohammad Hatta, dan Amir Sjarifuddin memainkan peran penting dalam diplomasi.
Perjanjian Linggarjati, Renville, dan Roem-Roijen semuanya adalah jalan panjang menuju pengakuan kedaulatan.
BACA JUGA:Menguak Sejarah Danau Lingkar: Jejak Alam dan Legenda yang Terlupakan!
Tapi Belanda keras kepala Dua kali mereka melancarkan agresi militer, 1947 dan 1948.
Mereka menyebutnya aksi polisionil, seolah hanya urusan dalam negeri.
Padahal faktanya invasi militer Kota demi kota dijatuhi bom.
Para pejuang, sipil maupun militer, bergerilya di hutan dan gunung.
BACA JUGA:Sejarah Danau Siambul: Dari Bekas Tambang Menjadi Surga Tersembunyi di Riau!
Yogyakarta, ibu kota saat itu, jatuh ke tangan Belanda.
Tapi Indonesia belum habis Justru dari hutan, muncul kisah heroik Jenderal Soedirman yang meski paru-parunya tinggal satu, tetap memimpin gerilya Ia menolak dibopong, lebih memilih ditandu.
Salah satu babak penting dari revolusi ini adalah bagaimana dunia akhirnya peduli.
Tekanan dari Amerika Serikat dan negara-negara lain yang mulai melihat Belanda sebagai kekuatan kolonial yang usang semakin keras.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Danau Dano: Warisan Alam dan Budaya di Nusantara!
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
