Pemkot PGA

Terungkap, Kenapa Minangkabau Menganut Sistem Matrilineal? Inilah Akar Sejarahnya

Terungkap, Kenapa Minangkabau Menganut Sistem Matrilineal? Inilah Akar Sejarahnya

Terungkap, Kenapa Minangkabau Menganut Sistem Matrilineal? Inilah Akar Sejarahnya-Kolase by Pagaralampos.com-Pagaralam.pos

BACA JUGA:Gaza di Ambang Lupa: Ketika Warisan Sejarah Terkubur oleh Konflik

disebutkan bahwa hanya sebagian kecil dari periode awal tersebut yang memiliki dasar historis yang kuat sisanya banyak yang berupa mitos dan kisah-kisah tradisional yang dikenal sebagai tambo.

Sejarawan seperti Prof. Slamet Mulyana dalam karyanya Kuntala, Swarnabhumi dan Sriwijaya menyatakan bahwa entitas kerajaan di wilayah Minangkabau telah muncul sejak abad pertama Masehi.

Kerajaan-kerajaan tersebut muncul dengan nama dan struktur berbeda dari masa ke masa. Awalnya, dikenal sebuah kerajaan bernama Kuntala yang diyakini berada di pedalaman Jambi dan bertahan hingga abad ke-4.

Kerajaan ini kemudian digantikan oleh Swarnabhumi (abad ke-5 sampai ke-7), lalu berkembang menjadi Sriwijaya yang mencapai puncaknya antara abad ke-7 hingga ke-14.

BACA JUGA:Bagaimana Corak Agama yang Dianut di Kerajaan Tarumanegara? Simak Sejarah Lengkapnya!

Meski lokasi pasti kerajaan-kerajaan ini masih diperdebatkan, beberapa ahli menempatkannya di sekitar Palembang, sementara yang lain menyebut kawasan di antara Sungai Batang Hari dan Batang Kampar.

Candi Muara Takus adalah salah satu peninggalan penting dari masa ini yang terus digunakan hingga era Sriwijaya.

Pasca kejayaan Sriwijaya, muncul kerajaan Melayu atau Malayapura yang berpusat di wilayah Dharmasraya saat ini dikenal sebagai daerah Sitiung dan sekitarnya.

Kerajaan ini kemudian dipindahkan oleh Adityawarman ke wilayah Pagaruyung, yang selanjutnya dikenal sebagai pusat kerajaan Minangkabau.

BACA JUGA:Sejarah Raja Mataram Kuno Tinggalkan 45 Prasasti Selama Masa Pemerintahannya!

Jean Drakard, seorang peneliti dari Monash University, menyebut Pagaruyung sebagai kerajaan besar yang sejajar dengan Kerajaan Mataram maupun Kesultanan Melaka.

Hal ini dibuktikan dengan banyaknya wilayah di Nusantara seperti Deli, Siak, dan Negeri Sembilan yang meminta raja dari Pagaruyung.

Sementara itu, tambo tradisi lisan dan tulisan masyarakat Minang juga memuat narasi asal usul mereka.

Tambo terbagi menjadi dua jenis: Tambo Alam, yang menceritakan sejarah awal masyarakat Minangkabau dari kedatangan raja pertama hingga puncak kejayaan Pagaruyung; dan Tambo Adat,

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait