Apa Dampak Kebijakan Tanpa Pajak Dyah Balitung bagi Rakyat Mataram? Inilah Faktanya!

Apa Dampak Kebijakan Tanpa Pajak Dyah Balitung bagi Rakyat Mataram? Inilah Faktanya!

Kebijakan Tanpa Pajak Dyah Balitung-Kolase by Pagaralampos.com-net

Pemindahan ibu kota ini menjadi langkah strategis dalam memulihkan kestabilan politik dan keamanan di Kerajaan Mataram Kuno.

Dyah Balitung juga membuat reformasi dalam struktur pemerintahan dengan menciptakan jabatan-jabatan baru yang setara dengan perdana menteri, seperti Rakryan Kanuruhan. 

Ia juga mengangkat Mpu Daksa sebagai Rakryan Mapatih atau Rakryan i Hino, yang merupakan posisi penting dalam pemerintahan. 

Sistem tritunggal dalam pemerintahan diperkenalkan dengan pembentukan tiga jabatan utama: Rakryan i Hino, Rakryan i Halu, dan Rakryan i Sirikan. 

BACA JUGA:Ajisaka dan Tiga Pendekar Sakti: Menelusuri Jejak Sejarah yang Tersembunyi!

Sistem jabatan ini kelak diadopsi oleh kerajaan-kerajaan besar lainnya seperti Singhasari dan Majapahit, menunjukkan betapa inovatifnya Dyah Balitung dalam menyusun struktur politik dan administrasi yang efektif.

Dalam bidang pembangunan fisik, Dyah Balitung memberikan perhatian khusus terhadap infrastruktur yang menunjang kesejahteraan masyarakat.

Berdasarkan Prasasti Telang bertanggal 11 Januari 904 M, ia memerintahkan pembangunan kompleks penyeberangan di Sungai Bengawan Solo yang disebut Paparahuan. 

Proyek tersebut ditugaskan kepada Mpu Sudarsana, seorang pemimpin wilayah Welar dalam kerajaan. 

BACA JUGA:Gunung Padang: Punden Berundak yang Menyimpan Sejarah Kerajaan Kuno!

Untuk mendukung kelancaran dan keamanan penyeberangan ini, Dyah Balitung membebaskan desa-desa di sekitar Sungai Bengawan Solo dari kewajiban membayar pajak. 

Selain itu, ia melarang penduduk setempat memungut biaya dari para penyeberang, sebuah kebijakan yang bertujuan untuk mendorong roda perekonomian di wilayah tersebut.

Kebijakan pembebasan pajak ini juga diterapkan di Desa Poh, yang memiliki peran penting dalam mengelola bangunan suci Sang Hyang Caitya dan Silungkung, seperti yang tercatat dalam Prasasti Poh bertanggal 17 Juli 905 M. 

Langkah ini dilakukan untuk mendorong pertumbuhan ekonomi kerakyatan yang kuat di Kerajaan Mataram Kuno.

BACA JUGA:Mengungkap Fakta Tersembunyi tentang Budaya dan Sejarah Gunung Himalaya

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: