Dari Mataram ke Yogyakarta: Sejarah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Dari Mataram ke Yogyakarta: Sejarah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat

Dari Mataram ke Yogyakarta: Sejarah Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat--

PAGARALAMPOS.COM - Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat adalah salah satu kerajaan di Indonesia yang memiliki sejarah panjang dan pengaruh besar dalam budaya, politik, dan kehidupan sosial masyarakat Jawa, khususnya di Daerah Istimewa Yogyakarta.

Kesultanan ini didirikan pada tahun 1755 sebagai hasil dari Perjanjian Giyanti, yang membagi Kerajaan Mataram menjadi dua bagian: Kesultanan Yogyakarta dan Kesunanan Surakarta.

Sejak saat itu, Kesultanan Yogyakarta tidak hanya berperan sebagai pusat kekuasaan politik, tetapi juga menjadi simbol kebudayaan Jawa yang kental hingga saat ini.

Latar Belakang Sejarah

Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat lahir dari konflik internal yang terjadi di Kerajaan Mataram.

BACA JUGA:Menyusuri Sejarah Kesultanan Johor: Pusat Perdagangan dan Kekuasaan di Selat Malaka

Pada abad ke-18, Mataram mengalami ketegangan politik yang semakin meningkat akibat persaingan di antara para bangsawan dan keturunan raja.

Salah satu puncak konflik tersebut adalah pemberontakan Pangeran Mangkubumi, yang tidak puas dengan kepemimpinan Susuhunan Pakubuwono II, raja Mataram pada saat itu.

Pangeran Mangkubumi, yang kelak dikenal sebagai Sultan Hamengkubuwono I, berhasil memimpin pemberontakan melawan pengaruh Belanda dan keluarga kerajaan.

Pada akhirnya, melalui Perjanjian Giyanti tahun 1755, Mataram dibagi menjadi dua, dan Pangeran Mangkubumi diakui sebagai penguasa dari wilayah Yogyakarta, dengan gelar Sultan Hamengkubuwono I. Kesultanan Ngayogyakarta Hadiningrat pun resmi berdiri.

BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Kerajaan Janggala: Dari Pecahan Kadiri hingga Warisan Budaya

Perkembangan dan Pengaruh Sultan

Sejak masa pemerintahan Sultan Hamengkubuwono I, Kesultanan Ngayogyakarta terus tumbuh menjadi pusat kekuasaan yang kuat.

Meski berada di bawah pengaruh kolonial Belanda, Yogyakarta mempertahankan otonomi politik dan budaya yang relatif independen.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: