Bagaimana Tradisi Adat Lamaran Kayuagung Dipertahankan Hingga Kini? Simak Penjelasannya!

BACA JUGA:Mengungkap Keajaiban Gunung Himalaya: Pengaruh Budaya dan Warisan Sejarah yang Mengesankan

2. Sepinong-pinong: Kesederhanaan dalam Adat

Adat sepinong-pinong merupakan tata cara lamaran dan pernikahan yang lebih terstruktur, meskipun masih mengutamakan kesederhanaan. 

Faktor ekonomi sering kali menjadi latar belakang pelaksanaan pernikahan ini. Prosesi ijab qobul biasanya dilakukan di rumah pengantin laki-laki pada malam hari. 

Setelah ijab qobul, pengantin perempuan diantar kembali ke rumah orang tuanya dan dititipkan di sana selama empat hari. 

BACA JUGA:Pulau Yap dan Batu Rai: Menelusuri Sejarah dan Makna Mata Uang Tradisional yang Menghiasi Budaya Kepulauan

Selama waktu tersebut, pengantin laki-laki datang setiap pagi membawa belanjaan untuk kebutuhan makan.

Pada hari keempat, pengantin perempuan dijemput kembali ke rumah suaminya dalam prosesi yang disebut "Maju Mulang Anan Tuwui." Pengantin perempuan tidak pulang dengan tangan hampa; ia membawa pesangon dari orang tuanya, termasuk perlengkapan rumah tangga dan alat dapur. 

Semua ini merupakan bagian dari tradisi yang mengajarkan tanggung jawab dan kebersamaan antara kedua keluarga.

3. Pinang Dibelah Dua: Keadilan dan Kesetaraan

BACA JUGA:Pulau Yap dan Batu Rai: Menelusuri Sejarah dan Makna Mata Uang Tradisional yang Menghiasi Budaya Kepulauan

Adat pinang dibelah dua menggambarkan konsep keadilan dan kesetaraan dalam pernikahan.

Pada prosesi ini, kedua belah pihak, baik keluarga laki-laki maupun perempuan, mengadakan persedekahan secara bersamaan. 

Pihak laki-laki mengundang sanak keluarga dan tetangganya untuk menyaksikan ijab qobul, sementara pihak perempuan juga melakukan hal yang sama.

Filosofi dari adat ini adalah bahwa pernikahan merupakan ikatan yang adil dan setara antara kedua keluarga.

Sumber: