Mengungkap Jejak Sejarah Mendalam dan Warisan Budaya yang Tak Ternilai dari Kerajaan Galuh

Mengungkap Jejak Sejarah Mendalam dan Warisan Budaya yang Tak Ternilai dari Kerajaan Galuh

Kerajaan Galuh: Sejarah Mendalam dan Warisan Budaya yang Tak Ternilai-Foto: net-

Warisan budaya Kerajaan Galuh adalah aset yang berharga yang harus dijaga agar nilai-nilai dan cerita dari masa lalu tetap hidup dan terus menginspirasi.

 

Mengunjungi Desa Trowulan yang Menyimpan Jejak Sejarah Kejayaan Majapahit

PAGARALAMPOS.COM – Berbagai alat musik seperti gendang, simpann, jidor, dan kempuru mengiringi Shinden yang menggema seperti suara penyanyi handal. Mereka membawakan lagu-lagu Jawa, sering kali dalam nada yang lebih tinggi, dengan tujuan mengundang masyarakat untuk berkumpul di perempatan desa Trowulan.

Pada malam bulan Luwa menurut kalender Jawa, pemukulan kuda dilakukan untuk menjamin keselamatan warga desa. Nama eksotis Majapahit menarik perhatian banyak peneliti setelah Thomas Stanford Raffles mencatat nama Trowulan, sebuah desa kecil dekat Mojokerto, dalam bukunya "History of Java" pada tahun 1817.

Sekitar satu abad kemudian, arsitek Belanda Henri Maclean Pont melakukan penggalian amatir pertama di situs Trowulan. Berdasarkan Kakawin Nagarakertagama dan survei lapangan, Pont berusaha merekonstruksi kota Majapahit.

Beberapa sejarawan dan arkeolog melanjutkan rekonstruksi, menghasilkan berbagai penemuan hingga saat ini. Pont tinggal di sebuah rumah bergaya India akhir abad ke-19 dengan teras kolom lebar, yang kini terawat dengan baik di bawah pengawasan Balai Pelestarian Peninggalan Purbakala Provinsi Jawa Timur di Jalan Raya Mojokerto-Jombang.

Ketika memasuki kawasan Trowulan dari arah Mojokerto, Anda akan disambut oleh gerbang Gapura Lingin Lawang. Majapahit dikenal dengan teknik pengelolaan air yang canggih. Sayangnya, kanal-kanal yang mengelilingi kota Majapahit kini sudah tidak terlihat. Namun, Kolam Segaran, yang berarti "laut buatan", masih ada dan berukuran sekitar enam lapangan sepak bola, kemungkinan merupakan kolam renang buatan terbesar di dunia.

Di sisi tenggara Trowulan, terdapat candi kuno yang dikenal sebagai Candi Tikus, dinamai berdasarkan hama yang merusak tanaman padi pada tahun 1914 ketika ditemukan oleh seorang penduduk setempat saat berburu tikus. Tidak jauh dari tiang penangkal petir terdapat Ghapura Bhajan Ratu, sebuah bangunan batu bata dengan desain Padraksa atau gapura tertutup.

Desa St. Norejo di Trowulan adalah area yang dulunya dikelilingi kanal-kanal kuno dan kini menarik perhatian para arkeolog. Di Kedaton, ditemukan struktur arsitektur dengan lantai heksagonal dan pilar segi delapan, menunjukkan bahwa kawasan ini kemungkinan merupakan bagian dari Istana Majapahit.

Di sebelah selatan St. Norejo terdapat Tempat Pemakaman Tororoyo dengan makam Islam dari abad ke-14 dan ke-15, mencerminkan kerukunan umat beragama di kota Majapahit. Legenda mengatakan bahwa makam Putri Cempa, yang terletak dekat Kolam Segaran, adalah salah satu selir raja Majapahit asal Campa.

Jika Anda berjalan dari tengah Kolam Segaran ke arah timur, Anda akan menemukan reruntuhan Candi Menak Jinggo yang terbuat dari batu andesit. Patung garuda dari candi ini kini dipajang di Museum Trowulan, yang juga menampilkan koleksi lengkap dari era Majapahit, termasuk arca, relief, patung terakota, dan pipa-pipa kuno.

Di halaman museum terdapat replika bangunan permukiman kuno, seperti selokan bata dan lantai kerakal yang dirancang untuk penyerapan air. Wicaksono Dwi Nugroho, Koordinator Museum Trowulan, juga merintis “Komunitas Jawa Kuno” yang bertemu dua kali sebulan untuk mempelajari huruf dan angka Jawa kuno serta membaca prasasti.

Komunitas ini, meskipun baru beroperasi selama setengah tahun, sudah menarik sekitar 30-40 anggota dari berbagai kota di Jawa Timur hingga Yogyakarta, sebagai bentuk pelestarian budaya secara sukarela.

Pada malam itu, perempatan desa Trowulan menjadi ramai dengan aroma sesajen pisang, kembang, dan kemenyan. Penari pembuka, yang mengenakan kostum khas, telah memasuki kondisi trance. Bagi mereka, tarian ini adalah bagian dari warisan budaya Majapahit dan upaya untuk memberikan keselamatan bagi desa. Pementasan dimulai dengan penuh semangat, dengan pengiring meneriakkan nama paguyuban seni kuda lumping mereka, “Majapahit Jaya!”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: