Arak-arakan Pengantin Suku Komering: Eksplorasi Warisan Budaya dan Simbolismenya

Arak-arakan Pengantin Suku Komering: Eksplorasi Warisan Budaya dan Simbolismenya

Mengenal Budaya Arak-arakan Pengantin di Suku Komering -Foto: net-

PAGARALAMPOS.COM - Adat pernikahan Rasan Tuha merupakan tradisi yang masih dijaga oleh Suku Komering di Kabupaten Ogan Komering Ulu (OKU) Timur.

Adat ini, yang juga dikenal sebagai pertunangan, terdiri dari tujuh rangkaian acara yang harus diikuti oleh pihak laki-laki secara berurutan untuk memohon restu orang tua perempuan.

Setiap suku memiliki adat istiadatnya sendiri, dan beberapa tradisi, termasuk budaya asli Suku Komering, masih dilestarikan hingga kini. Salah satu tradisi yang masih dilaksanakan adalah arak-arakan pengantin, yang merupakan bagian dari perayaan pernikahan.

Arak-arakan ini diadakan secara meriah dengan masyarakat setempat mengiringi pengantin baru menggunakan berbagai alat musik tradisional seperti Kolintang, Pendekar Pincak, dan Penari Tigol, serta diiringi oleh pengawal bersenjata.

Acara ini merupakan bentuk ungkapan kebahagiaan dari masyarakat untuk pasangan pengantin.

Selain digunakan dalam perayaan pernikahan, arak-arakan juga digunakan untuk menyambut tamu penting seperti bupati atau walikota.

Asal Nama Suku Komering

Nama "Komering" berasal dari bahasa India yang berarti "Pinang." Nama ini diberikan oleh para pedagang India yang sering datang untuk menjual pinang di sepanjang aliran Sungai Komering sebelum abad ke-9.

Pedagang yang meninggal dimakamkan di sekitar pertemuan Sungai Selabung dan Waisaka, dan sejak saat itu, penduduk di sepanjang sungai tersebut dikenal sebagai Orang Komering.

Penyebaran Suku Komering terbanyak di wilayah Ogan Komering Ilir (OKI), Ogan Komering Ulu (OKU) Selatan, dan Ogan Komering Ulu (OKU) Timur, dengan sebagian juga berada di Palembang.

Kekeluargaan di Suku Komering

Suku Komering memegang teguh adat istiadat dan kebudayaan mereka. Sistem kekerabatan mereka umumnya patrilineal, tetapi dalam praktik perkawinan, kadang berlaku sistem matrilineal yang dikenal dengan "Ngakuk Anak."

Jika sebuah keluarga tidak memiliki anak laki-laki, perjanjian dibuat saat anak perempuan menikah, di mana sang suami akan tinggal di rumah pihak istri dan anak laki-laki mereka akan menjadi pewaris keturunan pihak ibu.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: