Thailand Resmi Tunda Pembelian Kapal Selam S26T dari Cina
Foto : Kapal selam.-Thailand Resmi Tunda Pembelian Kapal Selam S26T dari Cina-Indomiliter.com
Untuk mencegah kesepakatan tersebut gagal, Beijing menawarkan mesin alternatif lokal CHD620, yang dibuat oleh pabrikan kapal selam Cina, dan telah disertifikasi oleh MTU Jerman.
Beberapa perundingan yang sengit terjadi setelahnya, di mana delegasi Cina tapa henti berusaha menggunakan mesin mereka.
Thailand diketahui menolak mesin kapal selam buatan Cina karena alasan kualitas. Angkatan Laut Kerajaan Thailand juga menyatakan bahwa mereka tetap berpegang pada ketentuan awal kontrak, yang dirasa tidak dapat dinegosiasikan.
Dari sejarahnya, Pemerintah Thailand menyetujui pembelian tiga unit kapal selam S26T senilai US$1,05 miliar pada April 2017.
Namun karena keterbatasan anggaran, kemudian hanya disetujui pembelian satu unit kapal selam senilai US$403 juta, sedangkan dua lainnya ditangguhkan. Kapal selam S26T class awalnya dijadwalkan akan dikirim pada tahun 2024.
Pangkal masalah mandegnya proyek pembangunan kapal selam S26T adalah karena embargo, persisnya Cina terkena embargo persenjaatan dari Uni Eropa.
Dalam kasus ini, yang memberlakukan embargo adalah Jerman. Konkritnya, kapal selam S26T membutuhkan tiga mesin diesel MTU396, yang harus dibeli dari perusahaan Jerman, Motoren und Turbinen Union GmbH, dimana ketiga mesin itu akan digunakan untuk menjalankan genset listrik kapal selam.
Pemerintah Jerman menolak untuk mengirimkan mesin MTU ke Cina. Atase pertahanan Jerman untuk Kerajaan Thailand, Philipp Doert dalam sebuah surat terbuka kepada The Bangkok Post.
mengkonfirmasi keputusan pemerintahnya untuk menolak penggunaan mesin dari Jerman untuk kapal selam yang dibangun Cina.
"Ekspor ditolak karena digunakan untuk barang industri militer/pertahanan Cina,” tulisnya.
Ia menambahkan, “Cina tidak berkoordinasi dengan Jerman sebelum menandatangani kontrak dengan Thailand, dan langsung menawarkan mesin MTU Jerman sebagai bagian dari produk mereka.
Jerman terikat oleh embargo senjata Uni Eropa yang dikenakan pada Cina pada tahun 1989, khususnya setelah pembantaian Lapangan Tiananmen.
Ketika pasukan keamanan Cina menembaki pengunjuk rasa yang tidak bersenjata di Beijing. Cina mengklaim bahwa 200 warga sipil tewas dalam tragedi itu. (*)
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: