Kritisi Masa Jabatan Presiden Tiga Periode
Kegiatan peringatan peristiwa Malari di Taman Ismail Marzuki, Cikini, Jakarta Pusat (16/1).-Foto; net-jawa pos
JAKARTA,PAGARALAMPOS.DISWAY.ID - Sejumlah akademisi dan aktivis berkumpul memperingati Malapetaka 15 Januari (Malari) 1974 di Taman Ismail Marzuki (TIM) pada Senin 16 Januari 2023. Dalam peringatan tersebut, mereka juga mendiskusi wacana masa jabatan Presiden tiga periode atau penambahan masa bakti.
Hariman Siregar, tokoh utama peristiwa Malari merasa aneh ada wacana atau keinginan masa bakti presiden tiga periode atau menunda pemilu. Apalagi dengan alasan negara tidak memiliki uang. ’’Kalau tidak ada duit, kenapa malah bangun IKN,’’ katanya.
Hariman menceritakan pernah berjumpa dengan Bung Hatta. Kala itu yang dimaksud Presiden dapat dipilih kembali di dalam UUD 1945 semangatnya adalah untuk dua periode.
Akademisi ilmu politik Sidratahta Mukhtar mengatakan wacana perpanjangan masa jabatan presiden itu adalah ancaman dalam konsolidasi demokrasi. Menurut dia, seharusnya setiap presiden mendorong supaya demokrasi bisa menjadi lebih matang. ’’Hal ini pernah dilakukan pada masa Presiden Habibie dan Gus Dur,’’ jelasnya.
BACA JUGA:DECo Esport Bentuk Divisi Free Fire
Aktivis sekaligus akademisi ilmu hukum Chudri Sitompul mengatakan bahwa Hitler pun dipilih secara demokratis. Di sisi lain Hitler menggunakan demokrasi menjadi sangat otoriter. Demokrasi sudah diselewengkan. Untuk itu dia menegaskan esensi demokrasi harus dikembangkan. Yaitu pembatasan kekuasaan, kontrol masyarakat, serta penghormatan kepada hak asasi manusia.
Sementarai tu di forum yang sama Refly Harus menyoroti ambang batas Pilpres yang dipatok 20 persen. menurut dia ambang batas itu harus dihapuskan. Idealnya Presiden Joko Widodo mengeluarkan Perppu untuk menghapus aturan ambang batas tersebut. ’’Bila desakan dari masyarakat sangat kuat, dalam waktu dekat ini pun Presiden bisa keluarkan Perppu itu,’’ katanya.
Tokoh aktivis mahasiswa tahun 80-an Jumhur Hidayat ikut bergabung dalam forum tersebut. Jumhur mengatakan dalam pertemuan itu muncul banyak kekecewaan dari para aktivis maupun akademisi. Dia pun mengajak supaya kekecewaan itu disalurkan dengan ikut bersama-sama turun ke jalan.
’’Kebetulan beberapa kelompok masyarakat sipil merencanakan mengepung DPR pada 14 Februari ini,’’ katanya. Kelompok masyarakat sipil itu diantaranya adalah kaum buruh, petani, masyarakat adat, aktivitas lingkungan hidup, mahasiswa, dan kelompok lainnya.*
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Sumber: jawa pos