PAGARALAMPOS.COM - Raden Mas Said, yang kemudian dikenal dengan sebutan Pangeran Sambernyawa, merupakan salah satu tokoh penting dalam sejarah perlawanan terhadap penjajahan Belanda di tanah Jawa.
Namanya harum karena kecerdikannya dalam strategi perang dan keberaniannya menghadapi kekuasaan VOC.
Perjuangannya mencapai puncak sekitar tahun 1752, ketika ia memimpin sejumlah serangan terhadap pasukan Belanda dengan taktik gerilya yang cerdik dan sulit dilacak.
Ia dikenal mampu memanfaatkan kondisi alam dan medan pertempuran, terutama saat beroperasi di hutan-hutan serta wilayah terpencil yang sukar dijangkau musuh.
Dalam salah satu fase perjuangannya, Raden Mas Said menembus kawasan Jogorogo setelah sukses memimpin serangan keempat di Ponorogo bersama para pejuang setia. Aksi ini menjadi titik balik penting dalam kiprahnya melawan penjajah.
BACA JUGA:Sejarah Museum Lambung Mangkurat: Penjaga Warisan Budaya Banjar dan Kalimantan Selatan!
Sebelumnya, wilayah Ponorogo yang berada di bawah kekuasaan Madiun sempat menjadi sasaran beberapa serangan Pangeran Mangkubumi, meski belum membuahkan hasil yang diharapkan.
Pada masa itu, Raden Adipati Surodiningrat, Bupati Ponorogo yang berpihak pada VOC, gugur dalam pertempuran sengit.
Menurut catatan sejarah Lucien Adam—Residen Madiun pada 1934–1938—Gubernur Jenderal VOC Jacob Mossel menggambarkan konflik tersebut sebagai situasi yang sangat genting dan kompleks hingga menewaskan Surodiningrat.
Kemenangan Raden Mas Said di Ponorogo mengubah arah perjuangan di Jawa. Di lereng Gunung Lawu, ia bertemu dengan Pangeran Mangkubumi, tokoh lain yang juga berjuang menentang VOC.
Pertemuan bersejarah ini menjadi awal terbentuknya aliansi strategis antara dua pemimpin besar tersebut.
BACA JUGA:Sejarah Jembatan Cirahong: Ikon Peninggalan Kolonial di Perbatasan Tasikmalaya dan Ciamis!
Keduanya kemudian menyatukan kekuatan untuk melancarkan serangan ke utara Gunung Lawu melalui Jogorogo—wilayah yang kini masuk dalam Kabupaten Ngawi. Pada serangan keempat, pasukan gabungan ini akhirnya berhasil merebut Ponorogo, sesuatu yang sebelumnya selalu gagal dilakukan.
Kemenangan tersebut bukan sekadar pencapaian militer, tetapi juga membawa perubahan dalam struktur kekuasaan setempat. Setelah penguasaan wilayah, Raden Mas Said menunjuk pejabat baru untuk memimpin Ponorogo.
Namun, langkah itu memicu ketegangan, sebab hak pengangkatan pejabat seharusnya berada di tangan Pangeran Mangkubumi, yang lebih senior dan disegani.