Penambangan belerang secara tradisional masih berlangsung hingga kini.
Para penambang lokal, dengan peralatan sederhana, menuruni kawah untuk mengambil bongkahan belerang yang terbentuk dari proses kondensasi gas sulfur.
Mereka memikul belerang seberat 70–90 kilogram, bahkan ada yang lebih, menapaki jalur curam sejauh beberapa kilometer.
Tradisi kerja keras ini menjadi bagian dari sejarah sosial Gunung Ijen yang patut dihargai, meski penuh risiko bagi kesehatan para penambangnya.
BACA JUGA:Sejarah Suku Aneuk Jamee: Asal-Usul, Perkembangan Budaya, dan Identitas di Tanah Aceh!
Ijen dalam Catatan Budaya dan Legenda
Selain nilai geologi dan ekonomi, Gunung Ijen juga memiliki tempat tersendiri dalam budaya masyarakat sekitar. Ada kepercayaan bahwa danau kawah yang berwarna hijau toska itu dijaga oleh makhluk gaib.
Beberapa cerita rakyat menyebutkan bahwa kawah Ijen merupakan tempat bertemunya energi alam dan dunia spiritual. Karena itu, warga sekitar sering mengaitkan letusan gunung dengan pertanda atau pesan dari alam.
Dalam budaya masyarakat Osing, salah satu etnis asli Banyuwangi, Gunung Ijen dipandang sebagai bagian dari ekosistem yang harus dijaga.
BACA JUGA:Khasiat dan Manfaat Ikan Gabus untuk Kesehatan Tubuh: Sumber Protein Albumin yang Kaya Nutrisi!
Ada tradisi tertentu untuk menghormati alam sekitar, seperti larangan berkata kasar atau merusak lingkungan saat berada di kawasan gunung. Hal ini mencerminkan kearifan lokal yang diwariskan turun-temurun.
Peran Gunung Ijen dalam Perkembangan Wisata
Memasuki abad ke-20 hingga kini, Gunung Ijen semakin dikenal dunia sebagai destinasi wisata alam. Cahaya biru tersebut menciptakan suasana mistis yang memukau wisatawan dari berbagai belahan dunia.
Selain itu, panorama Danau Kawah Ijen dengan airnya yang berwarna hijau kebiruan sering menjadi objek fotografi.
BACA JUGA:Yuk Ungkap Rahasia di Balik Makam Raja yang Lama Terlupakan
Wisatawan juga tertarik untuk menyaksikan kehidupan para penambang belerang secara langsung, yang sekaligus memberi gambaran tentang ketangguhan manusia dalam menghadapi kerasnya alam.