BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Gunung Sunan Ibu: Jejak Spiritual dan Alam di Halmahera Barat!
BACA JUGA:Memahami Sejarah Gunung Malabar: Jejak Alam dan Warisan Kolonial di Tanah Priangan!
Sandung ini menjadi tempat suci sebagai simbol hunian terakhir bagi roh.
3. Persembahan dan Pertunjukan Tradisi
Selama prosesi, masyarakat menyajikan berbagai persembahan berupa hewan ternak seperti babi, ayam, bahkan kerbau. Tarian, musik, dan tabuhan gong mengiringi upacara sebagai bentuk penghormatan sekaligus sukacita atas perjalanan roh.
4. Ritual Penghantaran Roh
Tokoh adat atau balian (dukun) akan memimpin doa dan mantra untuk membimbing roh meninggalkan dunia dan mencapai Lewu Tatau.
Momen ini dianggap sebagai saat berpulangnya arwah ke tempat suci para leluhur.
Peran Sosial dan Tantangan Pelestarian
Tiwah juga menjadi sarana mempererat ikatan antarwarga. Seluruh masyarakat kampung berpartisipasi, baik melalui tenaga, bahan makanan, maupun bantuan dana. Ritual ini memperlihatkan kuatnya nilai gotong royong dan solidaritas dalam budaya Dayak.
BACA JUGA:Menyikapi Sejarah Gunung Binaiya: Jejak Alam dan Budaya di Tanah Seram!
BACA JUGA:Sejarah Gunung Kembar: Antara Legenda, Keindahan, dan Jejak Alam!
Namun, tantangan mulai muncul. Modernisasi dan arus urbanisasi menyebabkan generasi muda semakin jauh dari akar budaya mereka.
Di sisi lain, biaya pelaksanaan Tiwah yang cukup besar membuat banyak keluarga kesulitan untuk melaksanakannya.
Upaya pelestarian pun dilakukan. Komunitas adat, pemerintah daerah, dan penggiat budaya telah mulai mendokumentasikan serta memperkenalkan Tiwah kepada publik, salah satunya lewat Festival Tiwah, yang memperlihatkan kekayaan nilai-nilai spiritual dan budaya Dayak kepada dunia luar.