PAGARALAMPOS.COM - Dalam lembaran sejarah Nusantara, nama Colliq Pujie tercatat sebagai salah satu perempuan cendekiawan paling berpengaruh di tanah Bugis.
Ia bukan hanya seorang bangsawan, tetapi juga penulis, penyair, dan pelestari budaya yang berjasa besar dalam mempertahankan warisan sastra dan pengetahuan tradisional Bugis pada masa transisi kolonial.
Jejaknya tetap dikenang hingga kini sebagai simbol kecerdasan, keberanian, dan perlawanan budaya.
Asal Usul dan Latar Belakang
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Rumah Gadang Nagari Andiang: Warisan Budaya Minangkabau yang Sarat Makna!
Colliq Pujie lahir sekitar tahun 1812 di Tanah Bugis, Sulawesi Selatan, sebagai putri dari La Rumpang, Arung Pancana Toa, seorang bangsawan dari Kerajaan Tanete.
Sejak kecil, Colliq Pujie telah menunjukkan kecerdasan luar biasa dan kecintaan yang mendalam terhadap ilmu pengetahuan dan sastra.
Berada di lingkungan istana, ia memperoleh pendidikan yang tidak umum bagi perempuan pada zamannya.
Ia menguasai berbagai bahasa dan aksara lokal seperti Lontara, serta memiliki akses terhadap naskah-naskah kuno yang menjadi harta intelektual masyarakat Bugis.
Peran dalam Pelestarian Sastra Bugis
BACA JUGA:Sejarah Rumah Gadang Tan Malaka: Warisan Budaya dan Jejak Seorang Tokoh Bangsa!
Salah satu warisan terbesar Colliq Pujie adalah kontribusinya dalam menyalin, menyusun, dan menyelamatkan naskah-naskah Lontara, yaitu sistem tulisan dan literatur kuno masyarakat Bugis.
Selain sebagai penyalin, Colliq Pujie juga seorang pengarang. Ia menulis puisi, hikayat, serta ajaran-ajaran etika dan moral berdasarkan nilai-nilai Bugis.
Dalam tulisannya, ia menekankan pentingnya kearifan lokal, adat istiadat, dan martabat perempuan Bugis. Gaya penulisannya lembut namun tajam, dan mengandung makna filosofis yang dalam.