Di bawah kepemimpinan Sultan Iskandar Muda (1607–1636), benteng ini mengalami renovasi besar-besaran dan dijadikan bagian penting dari sistem pertahanan Aceh menghadapi serangan bangsa Portugis dan Belanda.
Sultan Iskandar Muda dikenal sebagai sosok pemimpin militer yang tangguh dan sangat peduli terhadap sistem pertahanan.
Di masa pemerintahannya, Benteng Indrapatra berfungsi sebagai benteng pertahanan pesisir untuk melindungi ibu kota kesultanan di Banda Aceh dari serangan laut.
Benteng ini juga digunakan sebagai pos pengintaian, tempat menyimpan persenjataan, dan titik konsolidasi pasukan.
BACA JUGA:Sejarah Gua Telapak Tangan Sangkulirang: Warisan Prasejarah di Kalimantan Timur!
Dinding benteng diperkuat, dan ditambahkan beberapa ruang penyimpanan serta tempat berlindung bagi prajurit.
Struktur benteng kala itu terdiri atas beberapa bagian, salah satunya benteng utama berbentuk persegi dengan ketebalan dinding mencapai dua meter, yang diyakini mampu menahan tembakan meriam.
Peran dalam Perlawanan Terhadap Kolonialisme
Selama berabad-abad, Aceh menjadi salah satu wilayah yang paling keras menentang dominasi kolonial Belanda.
Meskipun peran Benteng Indrapatra tidak lagi sebesar pada masa Sultan Iskandar Muda, namun posisinya tetap strategis dalam mempertahankan wilayah pesisir.
Benteng ini sempat digunakan dalam berbagai pertempuran kecil antara pasukan lokal dan penjajah, terutama saat meletusnya Perang Aceh pada akhir abad ke-19.
Namun, seiring waktu dan perubahan teknologi militer, fungsi benteng perlahan memudar. Senjata api modern dan artileri berat membuat sistem pertahanan tradisional seperti Benteng Indrapatra menjadi kurang efektif.
Pada akhirnya, benteng ini ditinggalkan dan mulai mengalami kerusakan akibat cuaca dan kurangnya perawatan.
BACA JUGA:Wajib Diketahui! Kerajaan Majapahit Tidak Mampu Taklukan Kerajaan Ini, Ada Apa?
Kondisi dan Fungsi Saat Ini