Namun Sriwijaya bukan sekadar mesin dagang.
Ia juga pusat agama dan pendidikan.
Banyak biksu dari India dan Tiongkok datang ke sini untuk belajar agama Buddha.
I-Tsing, seorang peziarah asal Tiongkok, bahkan tinggal beberapa tahun di Sriwijaya sebelum melanjutkan perjalanannya ke Nalanda.
Ia menyebut Sriwijaya sebagai pusat pembelajaran Buddhisme Mahayana yang disegani.
Bayangkan abad ke-7, Palembang menjadi semacam Harvard-nya dunia Buddha.
Lalu, seperti banyak kerajaan besar lain, Sriwijaya pun goyah. Ketangguhan ekonominya membuat iri kerajaan tetangga.
Di abad ke-11, serangan dari kerajaan Chola di India Selatan mengguncang fondasi kekuasaan Sriwijaya.
BACA JUGA:Sejarah Candi Liyangan: Jejak Peradaban Mataram Kuno di Lereng Gunung Sindoro!
Ibu kotanya sempat diserbu dan banyak armada lautnya dihancurkan.
Meski bertahan, kejayaannya mulai meredup.
Faktor lain yang melemahkan Sriwijaya adalah munculnya kerajaan-kerajaan pesaing seperti Majapahit dan Singhasari di Jawa.
Pelabuhan-pelabuhan utama berpindah arah.
BACA JUGA:Menguak Jejak Sejarah Candi Padas: Warisan Leluhur yang Dipahat Abadi di Tebing Batu!
perdagangan tak lagi dimonopoli Sriwijaya.