Mereka menilai bahwa prosedur ini tidak hanya menyakitkan, tetapi juga bisa menyebabkan berbagai komplikasi kesehatan serius, seperti infeksi, perdarahan hebat, dan masalah pada kelahiran di kemudian hari.
Selain itu, praktik ini juga dianggap sebagai bentuk pelanggaran hak asasi manusia, khususnya hak atas kesehatan dan keselamatan perempuan.
Upaya penghentian praktik ini bukanlah hal yang mudah. Tradisi yang telah ada selama berabad-abad ini sangat melekat pada identitas budaya Suku Sabiny.
BACA JUGA:Mengenang Sumpah Pemuda: Jejak Sejarah dan Makna Persatuan Bangsa pada 28 Oktober 1928
Meskipun beberapa komunitas Sabiny telah mulai membuka mata tentang bahaya dan trauma yang ditimbulkan, masih banyak yang berpegang teguh pada tradisi ini.
Khitan wanita Sabiny adalah salah satu tradisi yang mencerminkan bagaimana kebudayaan tertentu mengatur peran perempuan dalam masyarakat.
Meskipun memiliki makna penting dalam budaya mereka, praktik ini membawa dampak kesehatan yang sangat serius dan menimbulkan pertanyaan besar terkait hak perempuan.
Untuk melindungi generasi muda dari dampak buruknya, penting bagi pihak-pihak terkait untuk terus mengedukasi masyarakat dan mencari jalan tengah yang menghormati budaya tanpa mengabaikan kesejahteraan perempuan.