Pemukiman ini berkembang pada Zaman Perunggu sekitar 800 hingga 900 SM dan terletak kurang dari 8 km dari lokasi Twannberg, tempat banyak fragmen meteorit ditemukan.
BACA JUGA:Pegunungan Kapur Utara: Menyingkap Sejarah dan Misteri yang Tersembunyi
Detail Artefak
Artefak yang ditemukan memiliki panjang sekitar 39,3 milimeter dan berat sekitar 2,9 gram. Di ujung anak panah terdapat sisa-sisa organik, yang diyakini adalah tar birch yang digunakan untuk menyambungkan ujung panah ke batangnya.
Analisis komposisi menunjukkan adanya unsur besi dan nikel, yang merupakan karakteristik khas dari besi meteorit. Selain itu, artefak ini juga mengandung isotop radioaktif aluminium-26, yang hanya dapat terbentuk di luar angkasa.
Bukti Perdagangan Kuno
Menariknya, komposisi logam dalam ujung anak panah ini tidak sesuai dengan meteorit yang ditemukan di Twannberg.
BACA JUGA:Penemuan Luar Biasa: Arkeolog Ungkap Peradaban Kuno yang Hilang di Arab Saudi, Berusia 2 Milenium
Sebaliknya, artefak ini termasuk dalam kategori khusus meteorit besi yang dikenal sebagai meteorit IAB.
Dari semua meteorit IAB yang jatuh di Eropa, terdapat tiga yang memiliki komposisi mirip dengan artefak ini: meteorit Bohumilitz dari Republik Ceko, Retuerta del Bullaque dari Spanyol, dan Kaalijarv dari Estonia.
Para peneliti menduga bahwa Kaalijarv adalah meteorit yang paling cocok dengan artefak tersebut.
Meteorit ini jatuh sekitar tahun 1500 SM dan menghasilkan banyak fragmen yang dapat diolah menjadi benda tajam seperti ujung anak panah.
BACA JUGA:Mengungkap Sejarah dan Misteri Gunung Midangan di Jawa Timur
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah dan Misteri Pegunungan Kendeng: Dari Asal Usul Nama hingga Legenda