Rajasanagara ``membangun tempat suci pemujaan yang pada akhirnya mempengaruhi tata kota Majapahit.'' Di sebelah timur adalah Dewa Siwa, sebelah Barat milik Buddha ,” kata Hariani.
BACA JUGA:Nusantara dan Skandal Ilmiah Sejarah Majapahit
BACA JUGA:Gayatri, Wanita Dibalik Kesuksesan Raden Wijaya Membesarkan Majapahit
Raja juga melakukan perjalanan ke berbagai tempat setiap tahun untuk mempertahankan supremasinya, dari kota pelabuhan hingga pertapaan pendeta Siwa di pegunungan.
Raja-raja Majapahit khususnya Rajasanagara mempunyai pedoman yang mengatur kehidupan multi agama.
Peraturan tersebut menyatakan bahwa tujuan dari kebijakan ini adalah saling menghormati antar agama.
Mencegah konflik sosial dan agama serta pengelolaan konflik serta menunjukkan toleransi dan menghargai perbedaan.
BACA JUGA:Ada Jejak Majapahit di Bromo, Tempat Suci Abdi Dewata
BACA JUGA:Wisata Sejarah d Desa Trowulan, Jejak Keagungan Majapahit
Meningkatnya konflik antar budaya, agama, dan kepercayaan akhir-akhir ini sepertinya mendorong kita untuk menengok ke belakang dan merenungkan masa lalu.
Memahami keragaman budaya membantu kita memahami perbedaan dan membangun hubungan lintas batas.
Apakah keterlupaan waktu membuat kita lupa bahwa nenek moyang kita adalah perwujudan hikmah hidup dalam keberagaman?
“Contoh sejarah mengingatkan kita akan jati diri negara kita,” tulis Hariani dalam memo tersebut.