Di banyak daerah, terutama di luar kota besar, jaringan stasiun pengisian daya masih terbatas.
Hal ini menimbulkan rasa khawatir tentang kemudahan mengisi ulang baterai dan kemungkinan terjebak tanpa sumber daya yang cukup di perjalanan panjang.
Masalah ini menjadi lebih kompleks ketika mempertimbangkan bahwa mobil listrik cenderung memerlukan waktu yang lebih lama untuk mengisi baterai dibandingkan dengan mengisi bahan bakar pada kendaraan konvensional.
Meskipun teknologi pengisian cepat sedang berkembang, kekurangan infrastruktur pengisian daya yang memadai tetap menjadi salah satu faktor penghambat utama dalam adopsi mobil listrik.
BACA JUGA:Pentingnya Kesehatan Balita, Liza Yudha Bagikan Hadiah dalam Lomba Balita Sehat di Pagar Alam
2. Resale Value yang Kurang Bagus
Alasan kedua yang ditemukan dalam survei adalah masalah nilai jual kembali mobil listrik.
Saat ini, populasi mobil listrik masih relatif kecil dibandingkan dengan mobil konvensional.
Akibatnya, nilai jual kembali mobil listrik cenderung lebih rendah, karena permintaan pasar untuk mobil bekas listrik masih terbatas.
BACA JUGA:Petani Kopi Pagaralam Terguncang! Musim Panen Berlimpah, Namun Kekurangan Tenaga Kerja
Hal ini mempengaruhi keputusan konsumen yang mungkin mempertimbangkan potensi kerugian finansial jika mereka memutuskan untuk menjual mobil listrik mereka di masa depan.
Di pasar mobil konvensional, nilai jual kembali dapat lebih stabil karena populasi kendaraan yang lebih besar dan permintaan yang lebih konsisten.
Namun, seiring dengan peningkatan jumlah mobil listrik dan perkembangan teknologi, diharapkan nilai jual kembali mobil listrik akan semakin baik di masa mendatang.
3. Perkembangan Teknologi yang Cepat
BACA JUGA:Jumat Bersih Dempo Selatan, Menumbuhkan Kepedulian Lingkungan Melalui Kerja Bhakti Rutin
Alasan ketiga mengapa konsumen ragu untuk membeli mobil listrik adalah perkembangan teknologi yang sangat cepat.