Kegiatan mengumpulkan makanan mulai berganti dengan perladangan dan akhirnya persawahan, keluarga luas mulai terkonsep dan dikenal dengan sebutan pêtulai.
Masyarakat Rejang pada tahap ini sudah mulai membentuk permukiman tetap dalam bentuk talang yang di kemudian hari berubah menjadi kutai.
Baik pêtulai maupun kutai, sama-sama masih bersifat genealogis. Kutai nantinya digantikan oleh sistem marga yang dikenalkan Belanda.
Kutai yang semula berdiri sendiri sebagai kesatuan wilayah otonom, menjadi daerah bawahan marga.
BACA JUGA:Menelusuri Jejak Sejarah Puyang Rejang Lebong dan Suku Rejang, Simak Disini Selengkanya!
Dan marga pada akhirnya lebih menonjolkan sifat teritorial (persekutuan berdasarkan kewilayahan) dibanding sifat genealogis (persekutuan berdasarkan hubungan darah).
Seiring perkembangan sosialnya yang semakin maju, masyarakat Rejang yang berdiam di lembah-lembah Bukit Barisan yang subur.
Dimungkinkan pula oleh keadaan alam yang bersahabat, telah mengembangkan pertanian yang cukup maju.
Perkembangan pertanian masyarakat ini dapat dikatakan setaraf dengan kelompok lain yang mendiami dataran tinggi di pedalaman Sumatra, seperti kelompok Minangkabau, Kerinci, Besemah, maupun rumpun Batak.
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat Suku Rejang, Beginilah Sejarah, Budaya, dan Tradisi Unik Yang Masih Terjaga
Pada tahun 1818 Thomas Stamford Raffles yang saat itu menjabat sebagai Gubernur Jenderal Bengkulu mengunjungi beberapa daerah di Bukit Barisan, meliputi wilayah Rejang, Serawai, dan Besemah.
Kunjungannya diikuti beberapa misionaris Protestan, yang upaya penginjilannya tidak berhasil, terkecuali mendapat beberapa jemaat di kawasan Tanjung Sakti di Ulu Manna.
Ketidakberhasilan dalam usaha menginjilkan suku-suku di Bukit Barisan boleh jadi disebabkan karena mereka sudah memeluk agama Islam.
Walaupun dalam praktiknya masih tercampur dengan adat istiadat dan kepercayaan lama.
BACA JUGA:Mengungkap Bukti Keberagaman Budaya dan Adat Istiadat di Suku Rejang
Pada pertengahan abad ke-19, Tanah Rejang bagian dari Hindia Belanda menyusul perjanjian antara pihak Hindia Belanda dengan penguasa Rejang di Topos.