PAGARALAMPOS.COM - Dalam situasi yang semakin kritis bagi industri tekstil dan pakaian jadi di Indonesia, Ketua Umum Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filament Indonesia (APSyFI) Redma Gita Wirawasta mengemukakan keprihatinannya terhadap maraknya impor barang murah yang membanjiri pasar dalam negeri.
Pada Rabu (10/7/2024), Redma secara tegas mendesak pemerintah untuk segera menyelesaikan masalah utama yang menjadi penyebab gelombang pemutusan hubungan kerja (PHK) hingga penutupan pabrik tekstil di dalam negeri.
Redma menyoroti penerbitan Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) No 8/2024 yang mengubah Permendag No 36/2023 tentang Kebijakan dan Pengaturan Impor.
Menurutnya, peraturan ini justru memicu ketidakpuasan di kalangan industri tekstil dan pakaian jadi nasional, sehingga menambah kompleksitas masalah di lapangan.
BACA JUGA:Bebas dari Jeratan Hukum, Anggy Umbara Sampaikan Pesan Khusus untuk Pegi Setiawan
Modus Operandi Impor Murah
Redma mengungkapkan beberapa modus operandi curang yang digunakan oleh para importir untuk memasukkan barang murah ke Indonesia.
Beberapa modus tersebut antara lain adalah impor borongan, pelarian HS (Harmonized System), dan under invoicing.
Praktik-praktik ini memungkinkan barang impor murah untuk beredar bebas di pasar domestik tanpa kontrol yang memadai.
BACA JUGA:Rakor Bersama PPK dan PPS, Kapolsek PAS Bahas Persiapan Pilkada Serentak 2024
Dampak Negatif bagi Industri Tekstil Nasional
Gelombang impor murah ini tidak hanya merugikan produsen lokal tetapi juga berdampak langsung pada perekonomian negara.
Penutupan pabrik dan PHK massal telah terjadi di berbagai daerah, memperburuk kondisi ekonomi dan sosial masyarakat.
Namun, penerapan kedua aturan tersebut membuat sejumlah pihak yang diuntungkan oleh impor murah tidak senang.
BACA JUGA:Menperin Ungkap Tantangan Besar di Balik Perpanjangan Harga Gas Murah untuk Industri