Pendapat Khnkikyan ini didasari pada lubang batu yang memiliki diameter dua inci dengan kedalaman mencapai 20 inci. Lubang itu diyakini sebagai teleskop awal pada pemandangan yang jauh atau ke langit.
Antara Situs Astronomi dan Pemakaman Peradaban Dunia Kuno
Ilmuwan Uni Soviet pun melanjutkan penelitian dugaan fungsi pengamatan astronomi pada situs peradaban dunia kuno ini.
Foto : Situs Bebatuan Carahunge-Situs Bebatuan Carahunge, Misteri Peradaban Dunia Kuno di Armenia-National Geographic
Salah satunya Elma Parsamyan dari Byurakan Astrophysical Observatory asal Armenia, yang pertama kali menamai situs kuno ini sebagai Carahunge. Nama ini mengikuti nama desa 40 kilometer bernama Karahundj.
BACA JUGA:Stone Garden Citatah: Eksplorasi Pesona Bebatuan Karang yang Menakjubkan
Parsamyan mengamati posisi lubang-lubang tersebut berdasarkan kalender astronomi.
Dari hasil temuannya dalam publikasi berbahasa Armenia tahun 1985, lubang-lubang ini sejajar dengan matahari terbit dan terbenam pada titik balik matahari musim panas.
Temuannya ini menyimpulkan kemungkinan fungsi situs Carahunge sebagai kalender astronomi.
Dekade berikutnya, penyelidikan ilmuwan Barat dimulai. Penyelidikan bermula ketika Paris Herouni, ahli radiofisika Uni Soviet-Armenia bersama timnya.
Yang menyimpulkan Carahunge sebagai observatorium astronomi tertua di dunia. Penyelidikannya itu berlangsung sejak 1994 hingga 2001.
BACA JUGA:Cari Spot Foto Instagramable di Bondowoso? Coba Main Ke Lubang Sewu yang Menawarkan Bebatuan Alami
Hasil temuannya itu juga disahihkan setelah Herouni menghubungi Gerald Hawkins, astronom Amerika kelahiran Inggris.
Pria ini terkenal dalam analisis Stonehenge sebagai observatorium astronomi peradaban dunia kuno. Analisis Herouni ini mengundang perdebatan hingga kini.
Hasil temuan itu justru mengundang Pavel Avetisyan, arkeolog National Academy of Sciences di Armenia.
Avetisyan tidak berselisih dengan pandangan Herouni, melainkan menambahkan.