Saat ini, Kesultanan Deli bukan hanya menjadi simbol sejarah dan budaya di Sumatera Utara, tetapi juga menarik minat wisatawan yang ingin mendalami sejarah Islam di Indonesia dan tradisi Kesultanan Melayu.
Keberadaan kesultanan ini menunjukkan bagaimana sejarah dan tradisi mampu bertahan melewati berbagai tantangan dan tetap memiliki relevansi di era modern.
Lonceng Cakra Donya: Simbol Persahabatan dan Kekuasaan Kesultanan Samudera Pasai
PAGARALAMPOS.COM - Aceh, dikenal dengan sebutan Tanah Rencong, menyimpan kekayaan budaya dan sejarah yang mendalam.
Salah satu warisan budaya penting di wilayah ini adalah Lonceng Cakra Donya, peninggalan dari masa Kesultanan Samudera Pasai yang masih berdiri kokoh hingga hari ini.
Peninggalan ini memberikan wawasan yang kaya tentang peradaban dan sejarah hubungan diplomatik antara kerajaan di Nusantara dengan kekuatan besar di Asia seperti Dinasti Ming.
Lokasi dan Deskripsi Lonceng Cakra Donya
BACA JUGA:Sebagian Wanita Sparta Punya Dua Suami, Mengupas Kisah Sejarah Yunani Kuno!
Lonceng Cakra Donya dapat ditemukan di Museum Aceh, tepatnya di Jalan Sultan Mahmudsyah Nomor 10, Peuniti, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh.
Pusaka berharga ini berasal dari masa Kesultanan Samudera Pasai, kerajaan Islam pertama di Aceh yang terletak di Samudera Geudong, Aceh Utara.
Lonceng ini memiliki tinggi 1,25 meter dan lebar satu meter, berbentuk stupa, dan dibuat pada tahun 1409 Masehi.
Sejarah dan Asal Usul Lonceng Cakra Donya
BACA JUGA:Mengenal Lebih Dekat, Sifat dan Karakter Pandawa Lima dalam Kisah Pewayangan Mahabharata
Lonceng Cakra Donya memiliki sejarah yang dimulai dari hubungan erat antara Kesultanan Samudera Pasai dan Dinasti Ming di Tiongkok.
Dinasti Ming, yang didirikan melalui pemberontakan petani, berusaha membangun hubungan baik dengan Pasai yang saat itu menjadi eksportir rempah-rempah ke berbagai wilayah termasuk Tiongkok.