PAGARALAMPOS.COM - Kesultanan Deli mulai tercatat dalam sejarah ketika Kerajaan Aceh memperluas pengaruhnya di Sumatera Utara.
Laksamana Gocah Pahlawan, utusan dari Aceh, diutus untuk menguasai wilayah Aru, dan dengan dukungan dari empat raja Batak Karo yang telah memeluk Islam, Gocah Pahlawan diangkat menjadi pemimpin di Deli.
Kesultanan Deli yang terletak di Sumatera Utara memiliki sejarah dan tradisi Islam yang kaya. Berdiri pada abad ke-17, kesultanan ini memainkan peran penting dalam penyebaran Islam di wilayah tersebut serta membentuk politik dan ekonomi lokal melalui aktivitas perdagangan.
Pengaruh Kesultanan Deli masih terlihat jelas di Medan dan sekitarnya, dengan arsitektur, adat, dan tradisi Islam yang terus dilestarikan dan dirayakan hingga kini.
Artikel ini akan membahas lebih lanjut tentang asal-usul, kejayaan, dan warisan Kesultanan Deli yang masih bertahan hingga sekarang.
Sejarah Kesultanan Deli diwarnai dengan berbagai konflik, terutama pada abad ke-18, saat perebutan kekuasaan terjadi setelah wafatnya Tuanku Panglima Paderap, yang menyebabkan ketegangan di antara ahli warisnya.
Namun, kondisi ini stabil kembali ketika Tuanku Panglima Pasutan naik tahta dan memulihkan kedamaian serta keutuhan kesultanan.
Pada tahun 1861, setelah periode di bawah pengaruh Aceh, Siak, dan Belanda, Kesultanan Deli mendeklarasikan kemerdekaannya dan memasuki era baru sebagai kerajaan yang independen.
Kesultanan ini kemudian mengalami masa kejayaan dengan memperluas wilayahnya yang meliputi Medan, Langkat, Sukapiring, Buluh Cina, dan beberapa daerah lainnya di pesisir timur Sumatera.
Pembangunan infrastruktur monumental seperti Istana Maimun dan Masjid Raya Al-Mashun di Medan menjadi simbol kemakmuran dan kebesaran Kesultanan Deli, sekaligus menegaskan posisinya sebagai pusat pemerintahan dan kebudayaan.
Kesultanan Deli memiliki struktur pemerintahan yang terorganisir, di mana Sultan tidak hanya bertindak sebagai kepala pemerintahan, tetapi juga sebagai pemimpin agama Islam dan adat Melayu.
Sultan dibantu oleh bendahara, syahbandar, dan pejabat lainnya yang mengelola berbagai aspek pemerintahan dan perdagangan.
Salah satu tradisi yang masih dijaga oleh Kesultanan Deli adalah Tradisi Junjung Duli, yang dilaksanakan setiap Hari Raya Idul Fitri.
Tradisi ini melibatkan penghormatan kepada Sultan Deli dari perangkat adat, kerabat istana, serta masyarakat, yang tidak hanya memperlihatkan struktur sosial dan keagamaan kesultanan, tetapi juga memperkuat hubungan antara Sultan dan rakyatnya, serta mempertahankan warisan budaya Melayu.