TNI Angkatan Udara Menghadapi Tantangan Kompleks, Perkuat Matra Udara

Rabu 01-05-2024,03:22 WIB
Reporter : Gusti
Editor : Bodok

BACA JUGA:Sejarah F-5 E/F Tiger II TNI AU, Pesawat Supersonik Dalam Misi Operasi Penting di Indonesia

Apresiasi patut diberikan kepada para teknisi TNI AU yang terlibat dalam program ini, yang menunjukkan peningkatan kemampuan sumber daya manusia pemelihara pesawat, khususnya pesawat tempur F-16 telah meningkat.

Kemampuan para teknisi pesawat-pesawat lainnya pun, termasuk Sukhoi, Hawk, pesawat angkut, dan helikopter juga patut diacungi jempol.

Di lain sisi, rencana pengadaan jet tempur 11 Su-35 dari Rusia tampaknya masih terhenti, walaupun pihak Rusia menyatakan bahwa kontrak pengadaan jet tempur ini belum berakhir.

Kepala Staf Angkatan Udara (Kasau) sebelumnya, yaitu Marsekal TNI Fadjar Prasetyo pada 22 Desember 2021 menyatakan bahwa dengan berat hati pengadaan 11 Su-35 harus ditinggalkan. Sebelumnya pada Februari 2018 Kemhan RI menandatangani pembelian 11 Su-35 dengan Rusia senilai 1,14 miliar USD.

BACA JUGA:Pesawat Hercules TNI AU Sukses Terjunkan Bantuan di Gaza

Perlu digarisbawahi bahwa pengadaan alutsista yang prosesnya memakan waktu cukup lama, sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor geopolitik dan dinamika global yang terjadi dan terus berkembang.

Amerika Serikat telah mengancam negara-negara yang membeli peralatan militer dari Rusia, Iran, dan Korea Utara melalui Undang-undang Countering America’s Adversaries Through Sanctions Act (CAATSA).

Ini pula yang, menurut sejumlah sumber, menjadi salah satu penghambat bagi Jakarta untuk meneruskan akuisisi Su-35 dari Rusia.

Terlepas dari hal itu, pengadaan beragam alusista yang akan melengkapi TNI AU untuk meningkaktan kapabilitas dan kekuatan tempurnya, TNI AU masih menghadapi tantangan besar dalam hal pembangunan sumber daya manusianya tadi.

BACA JUGA:C-130H Hercules TNI AU Diupgrade, Merogoh Kocek US$150 Juta

Seperti diketahui, banyaknya alutsista yang akan masuk harus diimbangi dengan penyediaan sumber daya manusia pengawak atau pengoperasinya secara proporsional.

Penyediaan penerbang, termasuk hal yang krusial karena untuk mendidiknya membutuhkan waktu yang lama dan proses penguasaan penerbang terhadap pesawat pun butuh jam terbang yang memadai.

Butuh waktu paling tidak lima hingga sepuluh atau lima belas tahun bagi seorang penerbang untuk menguasai betul pesawatnya. Ini pun harus dibarengi dengan pencapaian jam terbang yang maksimal

di lain sisi, penerbang pun tidak akan selamanya terbang di skadron karena akan mendapatkan penugasan lain ke luar skadron operasional setelah mencapai pangkat letnan kolonel atau setingkat komandan skadron.

BACA JUGA:Misi Kemanusiaan untuk Palestina, Super Hercules TNI AU Tiba di New Delhi

Dengan demikian proses regenerasi penerbang tidak boleh terlambat dan tidak boleh defisit dibandingkan dengan penambahan pesawat baru yang tipenya juga beragam.

Kategori :