Sejarawan India, Nilakanta Sastri, menyebutkan bahwa Sriwijaya memaksa kapal dagang manapun untuk singgah atau dijarah. Sriwijaya dianggap menghalangi kapal Kerajaan Chola yang menuju Tiongkok.
Rajendra Chola I mengarahkan armada lautnya ke Palembang pada 1025. Sriwijaya yang terkenal kuat, tidak mengira akan ada serangan seperti ini. Unsur kejutan menguntungkan armada Kerajaan Chola.
Armada Kerajaan Chola berhasil masuk ke Palembang, mengambil banyak harta, dan merebut "gerbang permata besar" atau Widyadharatorana. Raja Sangrama Wijayattungga Warmadewa ditangkap dan menjadi tawanan mereka.
Serdadu Kerajaan Chola kemudian menyisir kota dan kerajaan kecil di bawah Sriwijaya di Sumatra dan Semenanjung Melayu. Serangan ini memengaruhi kehidupan dalam sejarah Indonesia dan bangsa Melayu di Asia Tenggara.
Menurut berbagai catatan sejarah, "Raja Shulan" yang diperkirakan adalah Rajendra Chola I, menikah dengan seorang putri Sriwijaya bernama Onang Kiu.
Pada masa ini, Sriwijaya berada di bawah kontrol Kerajaan Chola. Berbagai aspek kebudayaan dan keagamaan terpengaruh dalam peninggalan sejarah Indonesia dari masa tersebut.
Dampak serangan ini membuat bangsa Melayu tersingkir dari rute perdagangan internasional. Bangsa Tamil dari Kerajaan Chola menjadi penguasa dan dapat dengan mudah berlayar menuju Tiongkok.