Ketika peristiwa dramatis ini terjadi di wilayah barat Maluku, Belanda mendemobilisasi tentara kolonialnya. “Tentara eks KNIL asal Maluku yang ditempatkan di Jawa dan Sumatra merupakan hal yang memalukan bagi pemerintah Belanda karena mereka dianggap kolaborator dengan Belanda.
Dan karena pihak Indonesia tidak mengizinkan mereka kembali ke Maluku selama perang masih berlangsung, pemerintah Belanda memutuskan untuk membawa mantan prajurit KNIL asal Maluku itu ke Belanda, dengan tujuan agar mereka kembali ke Maluku beberapa bulan kemudian," papar Manuhuttu.
Ironisnya, pemerintah Belanda menempatkan hampir 4.000 tentara bersama istri dan anak-anak mereka (total sekitar 12.500 orang) di bekas kamp konsentrasi Jerman seperti Westerbork dan kamp Vught.
BACA JUGA:5 Upacara Adat Khas Suku Maluku Yang Masih Ada Hingga Saat Ini, Begini Selengkapnya!
Masyarakat Maluku tidak didorong untuk mencari pekerjaan karena serikat pekerja di Belanda khawatir hal itu akan menurunkan upah pekerja Belanda.
Selain itu, masa tinggal mereka dipandang hanya sementara. Belanda maupun orang Maluku sendiri tidak berniat untuk berintegrasi ke dalam masyarakat Belanda pada saat itu.
Dipaksa bermalas-malasan, diisolasi di kamp, status militernya dirampok, dihadapkan pada iklim yang berbeda dan berjuang dengan masalah bahasa.
Tidak ada yang tersisa bagi mereka selain hanyut dalam harapan, ingatan, dan mitos mereka. Salah satu mitos ini adalah RMS, negara bagian Maluku yang merdeka.
BACA JUGA:5 Upacara Adat Unik Dan Menarik Di Suku Maluku, Salah Satunya Bisa Hilangkan Rasa Iri?
Mereka mulai mendasarkan identitasnya pada cita-cita RMS. Melalui demonstrasi damai dan petisi mereka mencoba menggerakkan opini publik untuk mendukung kemerdekaan Maluku.
Aksi demostrasi secara damai ini tidak membuahkan hasil. Lalu aksi yang lebih keras dilakukan oleh generasi kedua orang Maluku di Belanda.
Charley Behoekoe Nam Radja, generasi kedua orang Maluku selatan yang bekerja untuk FORUM, sebuah lembaga pengembangan multikultural di Belanda, mengatakan, “Saya dibesarkan untuk kembali ke Maluku oleh orang tua saya.
Saya dididik menjadi orang Maluku di Belanda. Saya tinggal di Belanda hanya sementara.” Rasa nasionalisme Maluku yang kuat ditanamkan pada generasi kedua, dan seiring berjalannya waktu, generasi kedua ini semakin tidak sabar.
BACA JUGA:Peninggalan Leluhur! Adat dan Budaya Asli yang Masih Dilestarikan Hingga Kini di Maluku
Terinspirasi oleh pertumbuhan pesat gerakan-gerakan radikal di seluruh dunia, terutama gerakan Black Panthers di Amerika Serikat dan Organisasi Pembebasan Palestina (PLO).
Semakin banyak generasi muda di Maluku yang mulai melihat kekerasan sebagai cara untuk menarik perhatian dunia terhadap penderitaan mereka. Atau dalam kata-kata Dr. Steijlen, "memaksa penyelesaian kebuntuan."