PAGARALAMPOS.COM - Palembang mulai tertarik dengan perusahaan yang sering membeli lada tersebut.
Hal ini membuat Raja Mataram khawatir, karena selama ini Palembang selalu dianggap sebagai “rakyatnya”. Pada bulan Maret sampai Mei 1636, 150 kapal Mataram tiba di Palembang.
Tentu saja hal ini menimbulkan kesan bahwa Sultan Agung terlalu memberikan tekanan terhadap Palembang.
Jadi, Palembang tidak tahu apakah akan tetap tinggal di Mataram atau pindah ke Kompeni. Ketika Palembang mulai memihak Kompeni, Sultan Agung pun menggunakan siasat agar Palembang tidak memihak Kompeni.
BACA JUGA:Cocok Untuk Dinikmati Ketika Berbuka Puasa, Inilah ES Goyobod yang Menyegarkan!
BACA JUGA:Hindari Konsumsi 4 Jenis Buah Ini Saat Berbuka Puasa
Pada saat itu, ketika Palembang mulai berbalik ke arah Kompeni, kehadiran kapal-kapal Belanda di Palembang memaksa kapal-kapal Mataram untuk berlindung.
Pada bulan Juni 1936, 50 kapal dagang Mataram tiba di Palembang dan harus menghindari kapal Belanda.
Tapi Kompeni juga terlalu intimidatif terhadap Palembang. Ketika Raja Palembang mengirim sebuah kapal yang membawa utusan luar biasa ke Mataram paad 1633, Kompeni menyabotase.
Kapal Palembang itu diadang oleh kapal Kompeni. Kompeni mendapat dukungan dari Banten.
BACA JUGA:Adakadabra! Inilah 4 Kitab Sihir Paling Tua Dalam Sejarah Dunia yang Pernah Ditemukan
BACA JUGA:Kekayaan Budaya Pulau Yap, Sejarah dan Makna Batu Rai sebagai Mata Uang Tradisional
Banten tidak senang melihat keakraban Palembang-Mataram. Tiga kapal Palembang yang menyusul ke Mataram juga diadang oleh kapal Kompeni.
Belanda ingin memomopoli komoditas merica di Palembang. Maka, Palembang akan senang Kompeni jika ada loji Kompeni di Palembang daripada loji Inggris.
Inggris pada 1636 sudah akrab dengan Mataram. Saat itu, Palemang sudah condong merapat kepada Kompeni.