Nama Tonsea berasal dari kata “ton” yang berarti air, dan “sea” yang berarti laut. Jadi, Tonsea berarti “orang-orang yang tinggal di dekat air laut”.
Orang Tonsea memiliki ciri fisik yang mirip dengan suku Minahasa lainnya, yaitu berkulit kuning langsat, berambut hitam, bermata sipit, dan bertubuh tegap.
Orang Tonsea juga memiliki bahasa sendiri, yaitu bahasa Tonsea, yang termasuk dalam rumpun bahasa Austronesia.
BACA JUGA:Jelajahi petualangan seru di Situbondo melalui 11 destinasi wisata alam dan bangunan bersejarah
BACA JUGA:Penemuan Mencengangkan, Fakta Artefak Bersejarah dan Kerangka Manusia dari Kapal Perang Kuno
Bahasa Tonsea memiliki beberapa dialek, seperti dialek Airmadidi, dialek Kema, dialek Likupang, dan dialek Wori.
Orang Tonsea dikenal sebagai suku yang keras, pantang menyerah, dan berjiwa petualang. Mereka juga dikenal sebagai suku yang pandai berlayar, menangkap ikan, dan membuat kapal.
Orang Tonsea mayoritas menganut agama Kristen, baik Protestan maupun Katolik. Namun, mereka juga masih menghargai tradisi-tradisi leluhur mereka, seperti upacara adat, tarian, dan musik.
Orang Tonsea juga memiliki kuliner khas mereka sendiri, yang berbeda dengan suku Minahasa lainnya.
BACA JUGA:Eksplorasi Zaman Megalitikum, Mengungkap Sejarah Peradaban Kuno
BACA JUGA:Membuka Sejarah Candi Prambanan, Teryata ada Kisah Bandung Bondowoso dan Roro Jonggrang
Beberapa makanan khas orang Tonsea yang terkenal adalah nasi jaha (nasi yang dibungkus daun pisang), ikan roa bakar, ikan cakalang fufu, dan sambal dabu-dabu.
Orang Tonsea juga gemar mengonsumsi daging-daging eksotis, seperti ular, tikus, anjing, dan biawak.
Suku Ponosakan
Suku Ponosakan juga merupakan bagian dari sub-suku Minahasa. Suku ini berdiam di kecamatan Belang dan Ratatotok, Kabupaten Minahasa Tenggara.
Suku Ponosakan memiliki ciri fisik yang mirip dengan suku Minahasa lainnya, yaitu berkulit kuning langsat, berambut hitam, bermata sipit, dan bertubuh tegap.