Dalam masyarakat ini, perempuan memegang kekuasaan utama, mendominasi kepemimpinan politik, otoritas moral, hak istimewa sosial, serta kontrol properti.
Perempuan adalah kepala rumah tangga, di mana harta diwariskan melalui garis perempuan, dan mereka juga mengambil keputusan bisnis.
Pria, meskipun tidak memiliki tanggung jawab sebagai ayah, memiliki tanggung jawab besar sebagai paman bagi anak-anak saudara perempuan mereka.
Namun, seperti banyak komunitas unik di seluruh dunia, suku Mosuo juga menghadapi tantangan dalam menjaga keberlangsungan budayanya.
Gelombang turis yang datang pada awal 1900-an membawa perubahan signifikan, seperti jalan beraspal, bandara, dan peluang pekerjaan.
BACA JUGA:Bikin Kaget! Ternyata Piramida Dibangun Oleh Raksasa? Kaum Ad Zaman Kuno Jadi Buktinya
Meskipun pariwisata memberikan manfaat ekonomi, hal ini juga mengubah tradisi dan kehidupan mereka.
Banyak generasi muda Mosuo memilih untuk menikah di luar suku dan pindah ke kota yang lebih besar untuk mencari pekerjaan.
Pertanyaannya adalah, apakah budaya perkawinan berjalan sebagai objek pariwisata sudah tidak relevan lagi untuk dilestarikan?
Bagaimana seharusnya pemerintah menyikapi budaya yang berada di ambang kepunahan ini?
BACA JUGA:Tradisi Ini Beda Dari Yang Lain, Inilah 5 Ritual Pernikahan Aneh Suku Indonesia!
Mungkin solusi yang diperlukan adalah pendekatan yang seimbang, yang menghormati dan menjaga keunikan budaya mereka, sambil juga memberikan kesempatan untuk pertumbuhan ekonomi dan pengembangan.
Masyarakat Mosuo sendiri harus terlibat dalam diskusi ini untuk mencari jalan terbaik dalam menjaga warisan budaya mereka.
Perbedaan budaya yang unik suku Mosuo dan menghormati nilai-nilai dan tradisi mereka serta menyadari pentingnya keberagaman dalam dunia ini adalah langkah pertama untuk menghargai dan melestarikan tradisi perkawinan berjalan wanita suku Mosuo.