“Ini juga sesuai dengan hadist Nabi Muhammad SAW. Yakni, sambut dan peluklah sahabatmu yang pulang dari pelayaran,”tambah Satar. Njamu kiaji menurut Satar, dilaksanakan ketika haji tiba di kediamannya. Untuk waktunya sebut Satar berbeda-beda. Ada yang melaksanakannya ketika sepekan haji itu pulang. Ada pula yang melaksanakannya lebih cepat dari itu.
BACA JUGA:Ternyata Suku Besemah Sudah Memiliki Pengadilan Adat, Begini Isi Aturannya!
“ Njamu kiaji bisa dilaksanakan di rumah ataupun di masjid. Tapi, yang paling sering di dalam masjid,”sambungnya.
Karena itu, seorang haji harus selalu siap untuk diundang untuk datang. Baik itu ke masjid ataupun ke rumah.
Baik itu menghadiri undangan di dalam masjid di kampungnya sendiri maupun di dusun lain.
“Tapi, umumnya, jadwal undangan itu harus ditentukan oleh haji. Tujuannya agar tidak berbenturan dengan jadwal undangan di tempat lain,”bebernya. BACA JUGA: Budaya Rakyat Besemah Memandang Politik Uang 'Jangan nak Lemak Dek Bemule', Miliki Makna Mendalam Sang haji yang diundang pun tak perlu khawatir soal ongkos transportasi. Sebab, menurut Satar, pada umumnya, bila undangan itu datang dari dusun lain, maka yang mengundang akan memberikan ongkos. Berapa lama njamu kiaji digelar? Menurut Satar, tergantung dengan jumlah haji.
Namun biasanya berlangsung selama 40 hari.
Itu dikarenakan, jamaah haji harus mendatangi undangan dari dusun satu dengan yang lainnya.
BACA JUGA:Mengenal Tunil, Opera Asli Suku Besemah Yang Ternyata Bukan Sekedar Lawakan
“Kalau sekarang, transportasi sudah lancar. Jadi, bisa saja dalam satu hari, seorang haji bisa menghadiri njamu kiaji di berbagai tempat terpisah,”imbuhnya. Begitulah. Tiba di Gunung Gare disambut, di dusun para jama’ah haji juga disambut serta dijamu dengan penuh rasa bahagia. Berbagi Pengalaman dan Memberikan Doa Njamu kiaji bukan hanya sekedar jamuan makan-makan.
Tapi, lebih dari itu. Dipaparkan Satar, ketika berada dalam jamuan, seorang haji biasanya menceritakan pengalamannnya kepada hadirin.
BACA JUGA:Mengenal Festival Pelang Kenidai, Tradisi Asli Suku Besemah di Sumatera Selatan Yang Masih Eksis
“Diceritakannya saat berhaji. Tujuannya, agar warga yang belum berhaji bisa belajar dari pengalaman itu,”jelasnya. Dalam jamuan itu juga, seorang haji juga menyampaikan doa kepada Allah SWT. Intinya, agar para hadirin (yang belum berhaji), bisa melaksanakan haji seperti dirinya. “Jadi, makna njamu kiaji ini sangatlah tinggi,”tutur Satar. Satar yakin, tradisi njamu kiaji akan terus lestari, meskipun zaman terus berganti.
Selagi masih ada yang menjalankan ibadah haji kata Satar, tradisi njamu kiaji akan terus ada.
BACA JUGA:Budaya Menjaga Batasan 'Singkuh-Sundi', Cara Suku Besemah Menghindari Perzinahan
“Memang, bentuknya bisa saja berubah, tapi tujuannya tetap sama,”imbuhnya. Undangan njamu kiaji akan terus berdatangan kepada seorang yang baru saja menunaikan ibadah haji. Ketika selesai menunaikan semua undangan itu kata Satar, haji yang bersangkutan, ada yang melaksanakan syukuran.