PAGARALAMPOS.COM - Musim haji 2018 lalu sudah berakhir. Ini ditandai dengan kembalinya jemaah haji dari tanah suci ke kampung halaman masing-masing.
Di kota Pagar Alam, kedatangan para tamu Allah ini disambut dengan tradisi njamu kiaji. Lapangan Eks MTQ Gunung Gare diselimuti suasana haru dan bahagia.
Hari itu, 65 jama’ah haji asal Pagaralam yang tergabung dalam kloter 6 embarkasi Palembang tiba di kota ini dengan selamat.
BACA JUGA: Kearifan Lokal Masyarakat Besemah Ghumah 'Baghi' yang Tahan Gempa
Mereka tiba di Pagar Alam dengan menggunakan bus. Ini merupakan moda transportasi yang sama saat membawa mereka meninggalkan Pagar Alam ketika hendak berangkat haji sebulan lalu . Begitu jama’ah haji turun dari bus, tangis haru keluarga pecah.
Rasa rindu setelah lebih dari satu bulan tidak bertemu, terbayar lunas hari itu. Mereka saling berpelukan serta berangkulan.
Selain keluarga, jama’ah haji ini juga disambut asisten I Rachmat Madroh. Madroh mengucapkan rasa syukurnya karena 65 jama’ah haji Pagar Alam pulang dengan kondisi yang sehat.
BACA JUGA:Sarekat Islam Tanah Besemah Kikis Agama Pengakuan, Ganti Dengan Syariat
“Tiada kekurangan suatu apapun,”ujar Madroh, dalam sambutannya. Dari Gunung Gare, dengan diantar keluarga yang menjemput, jama’ah haji bergerak pulang ke rumah masing-masing.
Di rumah, sudah ada sanak keluarga lain yang juga menunggu-nunggu kedatangan para haji ini.
Selanjutnya, para haji ini akan ‘disibukkan’ dengan undangan njamu kiaji yang datang dari berbagai penjuru. BACA JUGA:'Metangka Aghi dan Pembukean' Budaya Masyarakat Besemah Saat Bulan Puasa Njamu kiaji, menurut Anggota Lembaga Adat Besemah Satarudin Tjik Olah merupakan tradisi yang sudah lama berkembang di tengah masyarakat Besemah.
“Sampai sekarang, tradisi njamu kiaji masih ada,”ucap Satar, ketika dijumpai Pagar Alam Pos, dalam sebuah kesempatan beberapa tahun lalu di kediaman pribadinya, di kawasan simpang Dusun Petani. Dijelaskannya, njamu kiaji njamu memiliki makna yang dalam.
Di antaranya sebut Satar sebagai wujud penghormatan dan kegembiraan. Hormat karena yang bersangkutan selesai menunaikan salahsatu rukun Islam.
BACA JUGA:Mengenal Sejarah Istilah 'Kawe' dalam Bahasa Besemah Menurut Para Ahli
Gembira karena yang bersangkutan tiba di kampung halaman dalam keadaan sehat tak kurang suatu apapun.