Karena jarang dipakai, arti dari kata-kata itu diakui Mady jarang diketahui secara seluas.
Toh, bukan Mady namanya kalau tak mampu menjelaskan arti dari kata-kata dalam Bahasa Besemah baghi itu. Jentaghe misalnya menurut Mady adalah sebutan untuk nama burung khas Besemah.
Lalu ubagh-ubaghan merupakan sebutan untuk pewarna dari dari kulit kayu. Kemudian rap bisa diartikan sebagai memotong. Sedangkan kehemu sebutan untuk sayang.
BACA JUGA:Selain Pixie Hair, Ini Nih 9 Rekomendasi Model Rambut Pendek Trend 2023
Dari Palembang, Dr Suhardi Mukmin, seorang dosen yang pernah meneliti tentang guritan Besemah untuk disertasi juga menyatakan, guritan Besemah banyak memakai Bahasa Besemah baghi.
“Sebagian besar masih menggunakan Bahasa Besemah baghi,”ujar Suhardi.
ketika dihubungi Pagaralam Pos kemarin. Diakuinya, kata-kata yang memakai Bahasa Besemah baghi dalam guritan cukup sulit untuk diartikan karena sudah jarang dipakai lagi.
“Bukan menggunakan Bahasa Besemah seperti yang dipakai dalam kehidupan sehari-hari seperti sekarang,”ujar Suhardi yang merengkuh gelar doktor dari Universitas Indonesia ini.
BACA JUGA:Cobain Nih, 5 Model Rambut Perempuan Sesuai Bentuk Wajah, Pixie Cut Jadi Favorit Wajah Oval
Selain guritan, tambah Suhardi, Bahasa Besemah lama juga bisa didapati dalam budaya tutughan (tata cara memanggil).
Panggilan-panggilan dalam tutughan ujar dia, banyak menggunakan Bahasa Besemah baghi.
Kamus dan Kurikulum
SUHARDI, Satar dan Mady sepakat bila Bahasa Besemah baghi diperkenalkan kembali. Tujuannya supaya Bahasa Besemah baghi tak semakin terlupakan.
Diakui Suhardi, salahsatu cara itu adalah dengan memasukkan perbendaharaan kata dalam Bahasa Besemah baghi ke dalam sebuah kamus.
BACA JUGA:Gunung Lesung Bali: Keindahan Alam dan Petualangan Mendaki yang Menarik
“Dimasukkan ke dalam kurikulum juga bisa. Misalnya dalam muatan lokal Bahasa Besemah. Perbendaharaan kata dalam Bahasa Besemah baghi bisa diperkenalkan kembali,”ujarnya.