PAGARALAMPOS.COM - Anggota Lembaga Adat Besemah, Satarudin Tjik Olah mengkritisi guritan yang selama ini berkembang dan didengar masyarakat.
Satar menilai, guritan-guritan tersebut bukanlah guritan yang sebenarnya.
“Iramanya memang guritan. Tapi, isinya bukan menunjukan itu sebuah guritan.
Itu lebih cocoknya disebut rimbai (syair puisi),” sebut Satar, ditemui di kediamannya.
BACA JUGA:Bingkai Budaya, Mengenal Kekayaan 14 Sastra Besemah Lama Warisan Leluhur
Dijelaskan, salahsatu ciri khusus dalam guritan adalah dari segi isi. Guritan memiliki isi berupa penuturan sejarah. Misalnya lanjut Satar tentang sejarah sebuah negeri atau kerajaan.
Penuturan sejarah ini urai Satar, mencakup perangkat pemerintahan, potensi, aktivitas serta suasana kerajaan atau negeri tersebut.
“Kalau isinya (guritan) di luar sejarah, itu bukan guritan. Guritan fokusnya ke sejarah,” katanya lagi menegaskan.
Lantas, apa contoh guritan yang benar?
BACA JUGA:Akulturasi Budaya Islam dan Besemah: Saling Melengkapi, Saling Mewarnai
Satar lantas mencontohkan beberapa guritan yang berisikan tentang sejarah. Dimulai dari guritan Raden Suane Tanjung Larang.
Disebutkan Satar, guritan ini menceritakan tentang sebuah negeri bernama Tanjung Larang dengan lengkap. Dimulai dari perangkat, sistem, potensi sampai aktivitas negeri Tanjung Larang.
Ada pun lawangan dalam guritan ini adalah Raden Suane. “Lawangan di sini artinya tokoh sentral atau pemeran utama,” jelas dia.
BACA JUGA:Kering Tanpa Budaya? Ini Budaya Pagaralam
Berikutnya lanjut Satar, adalah guritan Raden Kesian Tanjung Beringin.