Sejarah Museum Kayu Tuah Himba: Warisan Hutan dan Budaya Kalimantan Timur!
Sejarah Museum Kayu Tuah Himba: Warisan Hutan dan Budaya Kalimantan Timur!-net: foto-
PAGARALAMPOS.COM - Museum Kayu Tuah Himba adalah salah satu museum unik di Indonesia yang menyimpan kekayaan budaya dan sejarah kehutanan Kalimantan Timur.
Terletak di Kota Samarinda, museum ini dibangun sebagai bentuk penghargaan terhadap peran hutan dan kayu dalam kehidupan masyarakat lokal, khususnya Suku Dayak dan komunitas yang hidup di sekitar hutan.
Nama “Tuah Himba” sendiri berasal dari bahasa Kutai yang berarti “berkah hutan”, mencerminkan harapan agar hutan selalu memberikan manfaat bagi manusia dan tetap lestari untuk generasi mendatang.
Gagasan untuk mendirikan museum ini muncul pada akhir tahun 1990-an. Saat itu, terjadi penurunan drastis luas hutan akibat penebangan liar dan ekspansi industri.
BACA JUGA:Sejarah Jembatan Cirahong: Ikon Peninggalan Kolonial di Perbatasan Tasikmalaya dan Ciamis!
Pemerintah daerah bersama perusahaan kehutanan dan para pecinta lingkungan ingin menciptakan tempat edukasi yang mampu mengingatkan masyarakat akan pentingnya menjaga hutan.
Pada tahun 2000, pembangunan museum resmi dimulai di bawah pengawasan Dinas Kehutanan Kalimantan Timur, dan akhirnya diresmikan pada tahun 2002.
Museum Kayu Tuah Himba berdiri di area yang strategis, dekat dengan Kebun Raya Unmul Samarinda.
Bangunannya dirancang menyerupai rumah adat Kalimantan, dengan dominasi bahan kayu ulin yang kuat dan tahan lama.
BACA JUGA:Menelusuri Sejarah Jembatan Ancol: Saksi Bisu Perjalanan Jakarta dari Masa ke Masa!
Arsitektur ini tidak hanya memperindah tampilan museum, tetapi juga menjadi simbol dari kekayaan kayu khas Kalimantan yang telah digunakan masyarakat sejak ratusan tahun lalu untuk membangun rumah panjang, perahu, hingga senjata tradisional.
Di dalam museum, pengunjung dapat menemukan berbagai koleksi kayu langka seperti kayu ulin, meranti, bengkirai, dan gaharu.
Setiap jenis kayu dipajang lengkap dengan penjelasan mengenai habitat, fungsi, hingga nilai ekonomisnya.
Tidak hanya kayu, museum ini juga menyimpan alat tradisional pengolahan kayu, seperti kapak, parang, dan ukiran khas Dayak.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
