Di Balik Keindahan Kawah Ijen, Ada Kisah yang Tak Pernah Usai
Di Balik Keindahan Kawah Ijen, Ada Kisah yang Tak Pernah Usai-foto:net-net
PAGARALAMPOS.COM - Di Balik Keindahan Kawah Ijen, Ada Kisah yang Tak Pernah Usai
Terletak di perbatasan Kabupaten Banyuwangi dan Bondowoso, Jawa Timur Gunung Ijen bukan hanya terkenal karena pesona api biru (blue fire) dan danau kawah belerangnya yang eksotis tetapi juga menyimpan sejarah panjang dan misteri yang belum sepenuhnya terungkap oleh dunia.
Gunung setinggi 2.386 meter di atas permukaan laut ini adalah bagian dari rangkaian Pegunungan Ijen dan aktif secara vulkanik. Namun di balik keindahan yang memukau dan aktivitas manusia yang sibuk menambang belerang di kawahnya Ijen menyimpan banyak kisah lama dari peninggalan kolonial cerita mistis hingga keanehan geologis yang belum banyak diketahui publik.
Fenomena Api Biru Cahaya Aneh dari Perut Bumi
Salah satu daya tarik Gunung Ijen yang mendunia adalah fenomena api biru yang hanya bisa dilihat pada malam hari. Fenomena ini sering dianggap langka karena hanya ada dua tempat di dunia yang memiliki fenomena serupa Gunung Ijen dan Kawah Dallol di Ethiopia. Api biru bukanlah api dalam arti sebenarnya melainkan gas sulfur panas yang terbakar ketika keluar dari celah-celah batuan dengan suhu mencapai 600 derajat Celsius.
BACA JUGA:Papua Sebelum Kita, Ketika Sejarah Tak Tertulis Berbicara!
BACA JUGA:Tarian Jaipong, Ini dia Sejarah Tarian Tradisional Dengan Sentuhan Modern
Namun yang menarik masyarakat lokal sudah mengetahui keberadaan api biru sejak zaman dahulu. Mereka menyebutnya "api setan" karena kemunculannya di malam hari dengan warna tak lazim yang dianggap sebagai pertanda gaib. Bahkan sebelum menjadi objek wisata internasional api biru sering dihindari oleh warga karena dipercaya sebagai tempat bersemayam makhluk halus.
Tambang Belerang Warisan Kolonial yang Masih Bertahan
Tambang belerang di Gunung Ijen adalah salah satu tambang tradisional aktif tertua di Indonesia. Catatan sejarah menunjukkan bahwa aktivitas penambangan belerang di kawasan ini telah dimulai sejak zaman kolonial Belanda sekitar akhir abad ke-19. Dulu hasil tambang ini digunakan untuk industri senjata, pupuk dan bahan kimia.
Yang mengejutkan metode penambangan manual dengan alat sederhana masih bertahan hingga kini. Para penambang yang dikenal sebagai “pahlawan belerang”, memikul beban hingga 70-90 kg turun naik gunung setiap hari.
BACA JUGA:Warisan Tanpa Nama, Situs Megalit yang Ditinggalkan Sejarah
BACA JUGA:Yuk Simak! Mengungkap Makna Tari Kecak Ritual, Sejarah, dan Seni Bali
Mereka tidak dilengkapi dengan alat pelindung yang memadai menghadapi suhu panas dan gas beracun demi penghasilan yang tidak seberapa. Beberapa cerita lokal menyebut bahwa sebagian penambang kerap melihat sosok misterius yang menjaga kawah, dan apabila “diganggu” maka gas akan menyebar lebih cepat dari biasanya.
Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News
Sumber:
