Pemkot PGA

Boven Digoel: Kamp Pengasingan Kolonial yang Menyimpan Luka Sejarah Bangsa

Boven Digoel: Kamp Pengasingan Kolonial yang Menyimpan Luka Sejarah Bangsa

Boven Digoel: Kamp Pengasingan Kolonial yang Menyimpan Luka Sejarah Bangsa-Foto: net -

Banyak yang menyerah dan meninggal perlahan karena penyakit dan putus asa.

Namun ada juga yang bertahan dengan kekuatan pikiran.

Sjahrir, misalnya, memilih melawan dengan tulisan dan logika, bukan dengan amarah. Ia percaya bahwa masa depan bangsa tidak lahir dari dendam, tetapi dari kesadaran dan keteguhan moral.

Penjara ini tidak memiliki tembok tinggi seperti Alcatraz atau Nusakambangan.

BACA JUGA:Ini Dampak Mengonsumsi Kopi Setelah Minum Obat: Waspadai Efeknya bagi Kesehatan Tubuh!

Yang menjadi jeruji justru alam liar itu sendiri.

Siapa pun yang mencoba melarikan diri, hampir pasti menemui ajal — diterkam buaya, tersesat di hutan, atau tumbang karena malaria.

Kebebasan di Boven Digoel bukan soal keluar dari pagar, melainkan tentang bagaimana tetap waras dan berpikir jernih di tengah keterasingan.

Kini, nama Boven Digoel jarang terdengar.

Generasi muda mungkin tak banyak yang tahu bahwa sebelum kemerdekaan terwujud, ada penderitaan panjang yang disembunyikan di balik sunyi rimba Papua.

Boven Digoel menjadi saksi bahwa perjuangan tak selalu dilakukan di medan perang, melainkan juga di tempat pengasingan — dengan pena, pikiran, dan keteguhan hati.

BACA JUGA:7 Kegunaan Buah Mengkudu untuk Kesehatan

Tempat itu kini tinggal sejarah, namun semangat para tokoh yang pernah diasingkan di sana tak pernah padam.

Mereka mungkin terbelenggu secara fisik, tetapi pikirannya menembus batas zaman.

Dari kesunyian Boven Digoel, lahirlah gagasan-gagasan besar yang kelak mengguncang dunia: kemerdekaan Indonesia.

Cek Berita dan Artikel lainnya di Google News

Sumber:

Berita Terkait