Asal-Usul Rawa Pening: Kisah Rakyat Jawa Tengah tentang Keajaiban dan Pembalasan

BACA JUGA:Sejarah Suku Bajo: Jejak Peradaban Maritim di Nusantara yang Tak Tergerus Zaman!

Sayangnya, sang ayah dan penduduk desa menolak mengakuinya karena penampilannya yang dianggap aneh.

Balasan untuk Kesombongan

Pada suatu hari, saat desa tersebut mengadakan pesta panen besar-besaran, Baru Klinthing datang untuk meminta sedikit makanan.

Namun, bukannya diberi, ia malah diabaikan dan dihina. Hanya seorang nenek tua bernama Nyai Gede yang menunjukkan kebaikan hati dan memberikan makanan padanya.

Sebagai bentuk rasa terima kasih, Baru Klinthing memperingatkan Nyai Gede agar membuat lesung menjadi perahu dan mengayuhnya menuju tempat yang lebih tinggi jika terdengar suara gemuruh.

Setelah itu, ia menancapkan sebatang lidi ke tanah dan mengajak warga untuk mencabutnya. Tak ada yang berhasil, hingga akhirnya ia sendiri mencabutnya.

BACA JUGA:Mengungkap Sejarah Candi Bubrah: Warisan Buddha yang Terselip di Balik Keindahan Prambanan

BACA JUGA:Mengungkapkan Sejarah Gunung Nona di Enrekang: Antara Keindahan Alam dan Legenda Mistis!

Seketika, air memancar dari tanah dan menenggelamkan seluruh wilayah desa, yang kemudian menjadi danau Rawa Pening seperti yang kita kenal sekarang.

Nilai Moral di Balik Cerita

Kisah ini mengajarkan tentang pentingnya bersikap rendah hati, tidak menilai orang dari penampilannya, dan selalu bersedia menolong sesama.

Baru Klinthing menjadi simbol dari kekuatan tersembunyi yang lahir dari ketulusan dan kejujuran, sementara penduduk desa menggambarkan akibat buruk dari kesombongan dan keangkuhan.

Legenda ini juga menyampaikan pandangan hidup masyarakat Jawa tentang sebab-akibat atau karma: bahwa tindakan baik atau buruk akan kembali kepada pelakunya. Cerita ini kerap dijadikan bahan ajar moral bagi generasi muda.

BACA JUGA:Sejarah Gunung Malabar: Warisan Kolonial, Teknologi Radio, dan Kearifan Lokal di Selatan Bandung!

Sumber: