Suku Osing Banyuwangi: Warisan Blambangan dalam Perlawanan Budaya dan Sejarah

Blambangan beberapa kali terlibat konflik sengit dengan Mataram.

Pada tahun 1639, Sultan Agung mengirim pasukannya untuk menaklukkan Blambangan, namun serangan ini tidak membawa kemenangan yang mudah.

BACA JUGA:Mengupas Sejarah dan Keajaiban Alam Gunung Patuha di Bandung

Keadaan geografis Banyuwangi yang terdiri dari pegunungan dan hutan lebat menjadi benteng alami bagi Blambangan, dan keberanian prajurit Blambangan memperkuat pertahanan kerajaan tersebut.

Bagi Blambangan, mempertahankan identitas budaya adalah bagian dari perlawanan mereka, yang sekaligus menjadi kebanggaan bagi Suku Osing.

Pada masa kekuasaan Amangkurat I, serangan terhadap Blambangan kembali digencarkan.

Blambangan pun dipaksa menghadapi tekanan dari dua arah, yaitu dari Mataram di sebelah barat dan dari kolonial VOC yang juga memiliki ambisi untuk menguasai Blambangan dan daerah sekitarnya.

BACA JUGA:Menggali Kekayaan Sejarah Pagaralam: Dari Candi Agung hingga Tradisi Adat

Perlawanan Blambangan terhadap Mataram tidak hanya berakhir dalam kekalahan militer, tetapi meninggalkan jejak perlawanan budaya yang kuat, sehingga tradisi masyarakat Osing tetap bertahan hingga kini.

Perlawanan terhadap Dominasi VOC

Pada abad ke-18, VOC mulai menunjukkan ketertarikan pada Blambangan.

Letak strategis wilayah ini di pesisir Jawa Timur menjadikannya area penting bagi VOC dalam mengontrol jalur perdagangan rempah-rempah.

Pada tahun 1767, VOC mencoba menguasai Blambangan, namun rakyat Blambangan yang dipimpin oleh tokoh-tokoh pemberani seperti Wong Agung Wilis tidak tinggal diam.

BACA JUGA:Menyelami Sejarah dan Keajaiban Alam: Wisata Cappadocia

Mereka melawan invasi VOC melalui perlawanan sengit yang tercatat sebagai salah satu perlawanan rakyat terhadap kolonial Belanda.

Sumber: