Jejak Sejarah: Memahami Kepemimpinan Kota Pagar Alam pada Masa Penjajahan Belanda

Jejak Sejarah: Memahami Kepemimpinan Kota Pagar Alam pada Masa Penjajahan Belanda

Jejak Sejarah: Memahami Kepemimpinan Kota Pagar Alam pada Masa Penjajahan Belanda-Foto: net -

PAGARALAMPOS.COM – Selama periode penjajahan, pemerintah Hindia Belanda mengintegrasikan wilayah Besemah, termasuk Pagar Alam, ke dalam onderafdeeling Pasoemah Landen. 

Akibatnya, seorang pejabat Belanda diangkat untuk memimpin daerah tersebut.

Aryo Arung Binang, seorang peneliti sejarah dan budaya Besemah, menjelaskan bahwa pemerintah Hindia Belanda menghapus status Kesultanan Palembang dan menggantinya dengan wilayah administratif yang dikenal sebagai Keresidenan Palembang. 

Perubahan ini berdampak pada kekuasaan yang sebelumnya dimiliki oleh wilayah eks Kesultanan Palembang.

BACA JUGA:Mengungkap Sejarah dan Misteri Gunung Midangan di Jawa Timur

BACA JUGA:Menelusuri Sejarah dan Misteri Pegunungan Kendeng: Dari Asal Usul Nama hingga Legenda

Aryo menguraikan bahwa Keresidenan Palembang dibagi menjadi beberapa afdeeling, sementara ibu kota Palembang tetap tidak terpengaruh.

Setiap afdeeling dipimpin oleh seorang asisten residen, dan masing-masing terdiri dari onderafdeeling yang dikepalai oleh seorang kontroler, yang merupakan jabatan khusus bagi pejabat Belanda. 

Ia juga menjelaskan bahwa posisi seperti gubernur, residen, asisten residen, dan kontroler harus diisi oleh orang Belanda, sedangkan pribumi hanya diizinkan menduduki jabatan yang lebih rendah.

Di setiap onderafdeeling terdapat marga-marga, yang dipimpin oleh seorang kepala marga (pasirah). 

BACA JUGA:Menggali Sejarah dan Misteri Gunung Gajah: Di Balik Nama yang Memikat

BACA JUGA:Pegunungan Kapur Utara: Menyingkap Sejarah dan Misteri yang Tersembunyi

Saat itu, Pagar Alam termasuk dalam onderafdeeling Pasoemah-Landen, yang terdiri dari sepuluh marga. Aryo merujuk pada Staatsblad van Nedherlandsch-Indie untuk menyebutkan beberapa marga, seperti Soembai Besar, Soembai Penjalang, Soembai Mangkoe Anom, dan lainnya.

Dalam sebuah wawancara, Satarudin Tjik Olah, anggota Lembaga Adat Besemah, menyatakan bahwa sistem pemerintahan marga telah ada sebelum kedatangan Belanda. Namun, setelah Belanda tiba, pasirah harus mempertanggungjawabkan kepemimpinannya kepada kontroler.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Sumber: